AL MAA'UUN



Edisi : Kajian Islam






AL MAA'UUN
(Bertolong-tolongan, surat ke-107)



Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.



1. Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim.
3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat
5. yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya.
6. orang-orang yang berbuat riya'
7. dan enggan bertolong-tolongan.



Surat pendek ini termasuk golongan surat Makkiyah-Madaniyah,tiga ayat pertama Makkiyah dan sisanya Madaniyah, membahas dan mengkaitkan secara langsung hakekat dien dan penyembahan dengan mu'amalah--menghubungkan secara tegas dalam nash antara soal ritual dengan sosial. Maka kesimpulan luar biasa tak akan dapat dipungkiri, bahwa Islam, agama ini, adalah suatu sistem yang komplit dan hidup, saling mengisi antara ibadah dan syiarnya, antara kewajiban individu dengan sosialnya, yang kesemuanya berakhir di suatu titik puncak kemanusiaan, puncak yang mensuci-kan hati dan membahagiakan hidupnya.




Dalam perspektif agama ini, maka aktivitas ritual-sakral dengan sosial hilang-lenyap, yang ada hanya ketunggalan makna ibadah, ibadah kepada Rabb Yang Agung, yang menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling berta'aruf, saling bertolongan dalam kebenaran dan penegakkan nama Allah di Bumi. Tak ada satu detikpun aktivitas manusia di luar domain ibadah, karena tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah, menghambakan diri, menjadi budak, dan terikat kepada Allah, ilah manusia, raja manusia, penguasa manusia. Agama ini memandang aktivitas sosial mempunyai makna ritual, selama aktivitas itu diiringi dengan niat yang ikhlas dalam rangka mencari ridlaNya. Juga aktivitas ritual, seperti shalat, mempunyai makna sosial, bila dilaksanakan dengan khusu dan benar. Ringkasnya dalam agama yang tak mengenal sekularisasi ini, tak akan pernah dapat dipisahkan antara ritual dan sosial, manusia sebagai makhluk pribadi atau kelompok, aktivitas untuk kebaikan diri sendiri, masyarakat, atau hanya untuk Allah. Semuanya saling mengkait, inilah dien yang sempurna dan mengagumkan.



Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ? Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya. Mengapa ? Karena, pembenaran agama berkait dengan nasib anak yatim dan hidup orang-orang miskin, karena shalat berkait dengan tolong-menolong dalam kebenaran. Dan ini dengan gamblang teramati dari ayat-ayat di atas.




Iman dan mengakui kebenaran agama ini dimulai dari hati, meningkat pada fikrah, lalu amal. Amal adalah batu uji empiris, verifikasi dari iman dan pengakuan pembenaran agama. Hati yang telah tersibgha (terwarnai) dengan pewarnaan Allah akan menghasil-kan fikrah yang Islami dan amalan yang Islami. Bukankah hanya dusta belaka mereka yang berkata memahami dinnullah, namun buruk amalan-nya ? Bukankah hanya riya' dan lalai saja mereka yang shalat, namun tak pernah saling tolong, amar ma'ruf nahi munkar ? Bukankah shalat adalah tiang agama, dan shalat mampu mencegah perbuatan keji dan munkar? Bukankah kalau shalatnya baik, maka baiklah semua amalannya ?




Demikian tinggi kedudukan shalat, karena sejak takbir awal sampai salam, shalat berisi janji, sumpah dan penyerahan diri total, pengakuan diri bahwa kita adalah hamba Allah, budak Allah, budak tak berharga yang tak dapat berbuat apa-apa tanpa pertolongan Allah. Kita nyatakan Allah Maha Besar, maka kecillah penguasa lalim, kecillah hawa nafsu akan harta duniawi, pangkat dan kekuasaan. Kecillah kekuasaan manusia atas manusia. 

Semua kecil, hanya dan hanya Allah yang besar. Kita berjanji menyerahkan shalat, hidup, dan mati hanya kepada Allah, hanya pada jalan Allah, hanya untuk berjuang menegakkan agama Allah, hanya ingin jadi prajurit setia jundullah tak gentar pada penguasa lalim, karena Allah Maha Besar.Kita meminta tolong hanya kepada Allah dan tidak pada yang lain,kita berjanji untuk takut, cinta, dan hanya ikut kepada Allah sesembahan kita, Tuan kita dimana jiwa kita ada ditanganNya. Kita puji Allah dengan setinggi-tinggi pujian. Lalu, manakala salam kita ucapkan doa kita panjatkan dan kehidupan harian berlangsung lagi, sadarkah kita akan janji, sumpah, dan penyerahan diri yang kita ulang-ulang lebih dari 5 kali sehari ? Masih ingatkah kita akan semua yang telah kita katakan pada Allah, Tuhan manusia, mana-kala pekerjaan, studi dan dinamikanya menenggelamkan kita ?

Adakah perasaan takut akan azab, manakala kelalaian kita ulang dan terus ulangi ? Sudah demikian kasar kah hati kita sehingga dengan gampang saja bersumpah dan berjanji pada Zat Yang Agung yang menciptakan kita dan roh kita dalam genggamannya, lalu melupakan janji dan sumpah itu ? Sudah demikian pekak kah kita manakala nasehat datang pun tak pernah kita pedulikan ? Apakah hati kecil kita mengganggap Allah tak dapat mencabut roh kita jiwa
kita secara mendadak dan memberikan penyesalan panjang pada kita? Apakah kesombongan telah melanda kalbu kita, sehingga meremehkan sumpah kepada Rabb manusia ?

Sesungguhnya sangat besar murka Allah pada mereka yang mengatakan apa yang tidak diperbuatnya.



Ketinggian makna inilah yang menyebabkan shalat equal dengan tiang agama. Dan hanya lalai saja shalat seorang hamba kalau tak ada tranformasi maknawi shalatnya dalam realitas sosial yang melingkupi.




Transformasi iman, pemahamn dien, dan shalat dalam dimensi sosial adalah amal. Inilah roh aqidah dan tabiat agama ini, agama yang lurus. Semoga, kita termasuk dalam golongan hamba yang khusu dalam shalat, yang selalu dikuatkan keimanan dan saling-tolong dalam kebenaran, amien, amien ya Rabbal alamin.




Wallahu a'lam bishowab
jabu zahra

No comments: