AL IKHLAS

surat al ikhlas


(Surat ke-12)
Memurnikan Keesaan Allah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
1. Katakanlah: " Dia lah Allah, Yang Maha Esa ".
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu.
3. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
Surat pendek ini termasuk golongan Makiyah berintikan tauhid memurnikan keesaan Allah. Surat yang demikian penting, bahkan dalam suatu hadits shahih dinyatakan kandungannya menyamai 1/3 Al Qur'an, dan bersama dengan surat Al Kaafirun selalu dibaca Rasulullah dalam shalat fajar. Mengapa surat pendek ini demikian berkedudukan tinggi? Jawabnya sederhana saja, bahwa " Keesaan Tuhan " yang dikandung surat 4 ayat ini adalah misi syiar Rasulullah, inti aqidah Islam, yang terus diulang dengan tekanan-tekanan berbeda dalam Al Qur'an mulia.
Katakanlah: " Dia lah Allah Yang Maha Esa, yang bergantung padanya segala sesuatu, yang tak beranak dan tak diperanakkan, yang tak ada sesuatu setara denganNya ". Setelah ayat pertama, ayat-ayat yang menyusul hanyalah penjelas Keesaan Allah, penjelas logis yang menguatkan hakekat esa.
Surat ini mengandung nilai paling fundamental dari prinsif-prinsif dasar mengenai hakekat Islam yang agung. Nilai yang mengikat hati, membimbing, mengarahkan, dan menjadikan hati tegar terhadap berbagai tantangan hidup, tantangan dalam menghadapi lawan, tantangan dalam menghadapi kesusahan panjang yang meletihkan jiwa, dan tantangan dalam menghadapi kemenangan besar. Nilai keesaan Allah, Entitas Tunggal, Hakekat Tunggal, "Wujud Yang Esa".

Dia adalah "Wujud Yang Esa", yang ada sebelum waktu t=0 dan akan tetap ada melampaui waktu takberhingga. KeberadaanNya tanpa proses mengada, tidak diadakan dan menjadi, sehingga Dia bukan sesuatu yang baru muncul, karenanya mustahil menjadi tiada. Dia Esa, kekal, bukan fungsi waktu. Inilah Wujud Hakiki, Wujud Yang Esa, maka tidak ada hakekat selain hakekatNya dan tidak ada wujud selain wujudNya.

Maka setiap yang ada (maujud), selain dari padaNya, bergantung penuh kepadaNya, bersandar pada Wujud Hakiki itu. Selain dari Yang Esa adalah maujud, makhluk, hamba, budak yang tak dapat eksis tanpa bantuan, pertolongan, dan kasih-sayangNya.
Keesaan Allah menegaskan posisi Khalik-makhluk; Khalik yang tak bergantung dengan apapun, yang tidak memerlukan amal shaleh manusia, yang tidak memerlukan shalat dan ketaatan manusia dlsb; dan makhluk yang memerlukan Khalik, yang butuh penjagaan saat kegelapan datang, yang butuh perlindungan dari "was-was" yang datang menyelinap dan dapat menikam hati, yang butuh akan shalat dan taat, agar selalu berada pada jalan yang lurus, jalan para shiddiiqiin, jalan yang terjaga. Keesaan Allah pun menegaskan kewajiban makhluk pada Khalik, keterikatan antara seorang hamba dengan Tuan, dengan Pencipta. Hati makhluk mesti terikat dan hanya boleh mengikatkan diri pada Allah, bergantung hanya pada Allah dan merdeka terhadap yang lain, selain Allah. Loyal dan memberi loyalitas (wa'la) penuh hanya pada Allah, dan memutuskan/membebaskan (bara') dari keterikatan terhadap hawa nafsu, ketakutan akan lapar, kekurangan pakaian, penguasa lalim, dan keterikatan lain selain pada Allah.

Ketergantungan penuh pada Allah, Tuhan manusia (Rabbinnaas), penguasa manusia (Malikinnaas), Sesembahan manusia (Ilahinnaas), serta takut (roja'), cinta (mahabbah), dan menuju (ghoyyah) hanya pada Allah Rabbul alamin adalah konsekuensi logis dan menegaskan hakekat fitri eksistensi manusia. Sedang ajaran Al Islam pada dasarnya tak lain untuk mengembalikan manusia pada kondisi fitrahnya (hanif) ini.

Manakala kondisi fitri terjaga, maka segala jenis penghambaan; penghambaan manusia atas materi, penghambaan manusia atas manusia, dan penghambaan jenis lainnya tak akan menjadi pemandangan wajar di hari ini. Maka selamatlah hati dari setiap kabut tebal yang menutupi, dari segala gejolak, dan dari segala kecenderungan kepada selain Dia Yang Esa dalam Dzat dan Af'alNya. Hati menjadi selamat dari penggantungan diri pada sesuatu yang maujud (penguasa, materi dlsb).

Dikala hati telah melepaskan diri dari ketergantungan pada selain Hakekat Yang Esa, dan tidak merasa bergantung kepa Wujud Hakiki itu, maka di saat itu pulalah hati terbebas dari segala ikatan duniawi, dan merdeka dari segala tekanan material (dalam segala bentuknya). Bebas dari kecenderungan dan terlepas dari ketakutan. Maka tertancaplah ketenangan dalam hati, karena hati telah makrifat telah mengenal bahwa segala kecenderungan (mahabbah) yang dituntut terdapat di sisi Allah.

Kepada Allah lah ia mencari apa yang ia inginkan. Hati yang sudah makrifatullah, tak memerlukan pemuas nafsu, karena segala nafsu telah tertundukkan melalui saluran yang hak--keterikatan, kedekatan hubungan dengan Khalik. tak ada harap selain ridla Allah, tak ada damba selain jannah. Dan semuanya tercermin dalam da'wah dan sosok pribadi muslim yang utuh--jundullah. Agama ini menuntut manusia jalan dalam hakekat ini, berdiri atas dasar tersebut dalam menjalani hidup sebagai hamba, sebagai budak, dalam menjalankan tugas sebagai khalifah Allah. Inilah keyakinan akan Allah Yang Esa, Tuhan manusia, yang bergantung kepadaNya segala sesuatu, yang tak beranak dan tak diperanakkan, dan yang tak ada seorang pun setara denganNya--tauhiddul aqidah.
Wallahua'lam bishowab
abu zahra

No comments: