Menyambut Ramadhan: 13 Langkah Meraih Ramadhan Terindah



Menyambut Bulan Ramadhan

Ada 13 langkah pahala yang harus kita peroleh secara maksimal dalam menyambut bulan ramadhan. keseluruhannya adalah harapan akan keselamatan kita dunia dan di akhirat. Semoga kita dikuatkan Allah SWT untuk meraih Ramadhan terindah di tahun ini.
  1. Perbanyak Shalat
Shalat di bulan Ramadhan menyimpan pahala sangat besar. Dibulan ini,sholat sunnah bernilai shalat wajib, dan sholat wajib bernilai sama dengan minimal 70 kali sholat wajib bulan yang lain. Rasulallah saw bersabda: "barangsiapa yang sabar melakukan shalat 12 rakaat dalam satu hari satu malam, maka ia akan masuk surga." (HR An.Nasai). Rasulallah bersabda; " Barangsaiapa yang shalat dalam satu hari satu malam dua belas rakaat, selain shalat wajib, dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga."(HR Muslim)

  1. Tingkatkan Kualitas Puasa
Imam Ghazali dalam Ihya membagi bobot puasa menjadi 3.
1.Puasa awam => yakni menahan makan, minum, syahwat kepada lawan jenis di siang hari dibulan puasa.
2.Puasa Khawash, yaitu puasa anggota badan dari yang haram, menahan mata, dari yang haram, menahan tangan dari yang haram,menahan tangan dari yang tidak hak, menahan langkah kaki dari jalan menuju yang haram, manahan telinga dari mendengarkan yang haram termasuk ghibah.
3.Ketiga adalah puasa Khawashul Khawash yaitu mengikat hati dengan kecintaan  pada Allah SWT, tidak memperhitungkan selain Allah, membenci prilaku maksiat kepada-Nya.

  1. Jangan Sia-siakan waktu malam, Lakukan Qiyamul Lail.
Sebaik-baik nikmat setelah islam adalah nikmat menyendiri bersama Allah SWT. Berdiri dan berzikir di hadapan Allah jelas lebih baik dari tidur terlentang diatas kasur. Qiyamul lail adalah madrasah yang agung dari madrasah pembinaan diri. Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali orang-orang yang ikhlas.

  1. Basahi lidahmu dengan Dzikrullah.
Dzikrullah adalah indikator hidupnya mati. Dzikrullah adalah peristirahatan bagi jiwa. Seorang Tabi'in mengatakan, "Sesungguhnya di dunia ini ada surga. Orang yang belum memasuki surga dunia, tidak masuk ke dalam surga akhirat. Surga dunia itu adalah dzikrullah."

  1. Jangan ragu keluarkan Shadaqah.
Berinfaqlah. Dan jangan pernah takut miskin karena infaq, karena Allah pemilik Arsy tidak pernah kehabisan memberi kepada orang yang berinfaq. Diantara cahaya Shadqah: 

Allah SWT berfirman:

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (Menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."( QS.Albaqarah:245) 

Rasulallah saw bersabda:"Saya dan orang yang memelihara anak yatim di surga seperti ini."Rasul menunjukan dua jari, jari tengah dan telunjuk (HR Ahmad). 

Dalam sebuat atsar disebutkan perkataan: Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan bersedekah" Malaikat berdoa setiap hari kepada Allah: "Ya Allah berilah ganti kepada orang yang berinfaq. Ya Allah sempitkan (rizki) orang yang kikir."
Keuntungan:
-   Simpanan yang dipenuhi dengan kebaikan disis Allah SWT
-   Bertambahnya rizki di dunia. Dalam sebuah hadist Qudtsi, Allah SWT berfirman:

"Barangsiapa yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah, akan Aku tulis untuknya
700 kali lipatan pahala."(HR Turmudzi) Dalam sebuah atsar disebutkan: "Berinfaqlah, maka Allah akan memberi infaq kepadamu."

  1. Jangan sia-siakan waktu, Bacalah Al Qur'an
Membaca Al Qur'an adalah ibadah paling utama di bulan Ramadhan.Bersungguh-sungguhlah mengkhatamkan AlQur'an lebih dari satu kali di bulan Ramadhan. Rasulallah bersabda: "Kalian tidak akan sampai pada puncak keimanan sampai tidak ada sesuatu yang lebih kamu cintai daripada Allah SWT. Dan barangsiapa yang mencintai Alqur'an maka Allah akan mencintainya."

  1. Taubat, sekarang juga
Taubat adalah penyesalan atas perilaku kemaksiatan, dan jauh dari mengulangi dosa serta tekad untuk tidak mengulangi dosa serta tekad untuk tidak mengulanginya lagi. Semua kita memerlukan taubat setiap hari dari banyaknya dosa-dosa yang kita lakukan. 

Dalam Haditsnya Rasul SAW juga mengatakan, 

"Barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaKu satu jengkal maka aku akan mendekatinya Satu Hasta. dan barangsiapa yang mendekatiKu satu hasta, maka Aku akan mendekatinya satu depa. Dan barangsiapa yang mendekatiKu dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari."(HR Muslim)

  1. Bertahanlah untuk i'tikaf di dalam Masjid
I'tikaf adalah sunnah yang selalu dilakukan Rasulallah SAW pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Bahkan pada tahun terakhir ketika beliau wafat, Rasulallah melakukan i'tikaf selama 20 hari. I'tikaf adalah tinggal di masjid untuk beribadah, meninggalkan urusan dunia dan kesibukannya. Seorang yang i'tikaf tidak keluar dari masjid kecuali karena darurat.

  1. Ridhalah atas segala Ketetapan-Nya
Orang yang yang paling gembira di dunia adalah orang yang paling ridha dengan ketetapan Allah SWT. Keridhaan adalah tingkatan paling tinggi dari sifat sabar.

  1. Lapang Dada dan mudahlah memaafkan orang lain.
Termasuk indikator paling jelas dari sikap lapang dada dan mudah memaafkan adalah kemampuan menahan marah, terutama saat kita mampu melampiaskan kemarahan itu, sikap menahan marah merupakan sikap Nabi. Rasulallah saw bersabda: "Barangsiapa yang mampu menahan marah padahal ia bisa melampiaskan kemarahannya. Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di depan kepala para mahluk dan memberinya kebebasan untuk memilih bidadari mana yang ia ingini.

  1. Sambunglah Hubungan Baik dengan Siapapun.
Seperti wasiat Rasul saw, " Keutamaan yang paling utama adalah engkau menyambung hubungan yang baik dengan orang yang memutuskan hubungannya denganmu. Dan
menyalami orang yang mencacimu." (HR Ahmad)

  1. Bahagiakan Orang Tua
Kita sangat memerlukan orang yang mau belajar kembali bagaimana caranya berbakti kepada orang tua. Bagaimana caranya menyalami dan mencium tangan mereka? Bagaimana caranya membantu mereka? kita telah banyak menyia-nyiakan hak kedua orangtua. Dalam hadits riwayat muslim,Rasulallah saw bersabda,"Rugi dan bangkrutlah orang bertemu dengan kedua-orangtuanya saat mereka sudah tua-salah satu atau keduanya- tapi keadaan itu tidak bisa menyebabkannya masuk Surga."(HR Muslim)

  1. Serius meraih Lailatul Qadar
Malam yang paling mulia dalam satu tahun. Tidak ada keutamaan yang menyerupainya, ibadah pada malam ini lebih baik dari 1000 bulan.Kapankah malam Lailatul qadar? sejumlah hadits menyebutkan nalam tersebut jatuh pada salah satu malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, terutama malam-malam ganjil. 

Rasulallah saw bersabda:

"Barangsiapa yang bangun di waktu malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu."(HR Bukhari)

Keuntungan:
-  Ampunan semua dosa yang telah lalu
-  Kita bisa memperoleh apa yang kita inginkan berupa rizki dan keluarga yang shalih.
-  Kita bisa terbebas dari neraka karena malam ini.

Wassalam,
Azzam Al Faruqi

Islam dan Jalan Pedang

Pedang Islam

Islam dan Jalan Pedang
Rosihon Anwar
Dosen Pascasarjana dan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Belakangan ini, media banyak mewartakan protes para pemuka Muslim di dunia, atas pernyataan Paus Benediktus XVI bahwa Nabi Muhammad SAW menyebarkan Islam dengan kekerasan. Ini merupakan gambaran stigmatik sebagaian tokoh Barat tentang Islam. Gambaran stigmatik serupa pernah menyeruak ke permukaan dalam kasus poster Nabi Muhammad SAW. Tentu saja harus ada upaya pelurusan terhadap kekeliruan-keleliruan ini. Benarkah Islam disebarkan dengan pedang?

Tanpa pedang

Islam sesungguhnya disebarkan dengan dakwah, bukan dengan pedang. Perhatikan argumentasi historis berikut. Pertama, ketika berada di Makkah untuk memulai dakwahnya, Nabi tidak disertai senjata dan harta. Kendati demikian, banyak pemuka Makkah seperti Abu Bakar, Utsman, Sa'ad ibn Waqqas, Zubair, Talhah, Umar bin Khattab, dan Hamzah yang masuk Islam. Berkaitan dengan ini, Ustadz Al Aqqad, dalam buku 'Abqariyyah Muhammad, mengatakan bahwa banyak orang Makkah masuk Islam bukan karena tunduk kepada senjata.

Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya mendapat tekanan yang sangat berat dari kafir Quraisy, penduduk Madinah banyak yang masuk Islam dan mengundang Nabi serta pengikutnya hijrah ke Madinah. Mungkinkah Islam tersebar di Madinah dengan senjata?

Ketiga, pasukan Salib datang ke Timur ketika Khalifah Bani Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri dengan pasukan Salib lainnya. Thomas Arnold, dalam Al Da'wah ila Al Islam, menyebutkan bahwa mereka masuk Islam setelah melihat kepahlawanan Salahuddin sebagai cerminan ajaran Islam.


Keempat, pada abad VII H (XIII M) pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu memporak-porandakan Baghdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah, beserta peradaban yang dimiliki Islam. Mereka menghancurkan masjid-masjid, membakar kitab-kitab, membunuh para ulama, dan serentetan perbuatan sadis lainnya. Tahun 1258 merupakan lonceng kematian bagi khilafah Abbasiyah. Akan tetapi, sungguh mencengangkan bahwa di antara orang-orang Mongol sendiri yang menghancurkan pemerintahan Islam ternyata banyak yang memeluk Islam.

Kelima, sejarah menjelaskan bahwa masa terpenting Islam adalah masa damai ketika diadakan perjanjian Hudaibiyah antara orang-orang Quraisy dan Muslimin yang berlangsung selama dua tahun. Para sejarawan pun mengatakan bahwa orang yang masuk Islam pada masa itu lebih banyak dibanding masa sesudahnya. Ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam banyak terjadi pada masa damai bukan masa peperangan.

Keenam, tidak ada kaitan antara penyebaran Islam dan peperangan yang terjadi antara Muslimin dan Persia serta Romawi. Ketika peperangan antara mereka berkecamuk dan orang-orang Islam memperoleh kemenangan kemudian peperangan berhenti, pada saat itu para dai menjelaskan bangunan, dasar, dan filsafah Islam. Dakwah Islam itu yang kemudian menyebabkan orang-orang non-Islam --terutama mereka yang tertindas oleh penguasa-- masuk Islam.

Fage Roland Oliver, dalam bukunya A Short History of Africa, menjelaskan bahwa Islam tersebar di Afrika justru ketika daulah-daulah Islam di sana telah runtuh. Islam tersebar di sana melalui peradaban, pemikiran, dan dakwah Islamiyah.

Ketujuh, Islam tersebar luas di Indonesia, Malaysia, dan Afrika lewat orang-orang dari Hadramaut yang tidak didukung oleh harta dan penguasa, dan atau Islam diajarkan oleh orang-orang Indonesia yang berwatakkan Islam dalam kefakiran. Kedelapan, peneliti dunia Islam Jerman, Ilse Lictenstadter, dalam Islam and the Modern Age, mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada Persia dan Romawi bukanlah antara Islam dan pedang, tetapi antara Islam dan jizyah (pembayaran pajak).

Motivasi perang

Kenyataan bahwa sejarah Islam diwarnai dengan peperangan merupakan fakta yang tidak dapat dibantah. Bila Islam disebarkan dengan dakwah, lalu kenapa terjadi peperangan? Di antara motivasi peperangan dalam sejarah Islam adalah: Pertama, mempertahankan jiwa raga. Seperti disebutkan dalam sejarah, sebelum hijrah orang-orang Islam belum diizinkan untuk berperang. Padahal umat Islam memperoleh berbagai siksaan dan tekanan dari kafir Quraisy.`Ammar, Bilal, Yasir, dan Abu Bakar adalah di antara mereka yang mendapat perlakuan keras itu.

Ketika perlakuan kafir Quraisy semakin keras dan umat Islam meminta izin kepada Nabi untuk berperang, Nabi belum juga mengizinkan karena belum ada perintah dari Allah SWT. Namun, ketika Nabi beserta pengikutnya hijrah ke Madinah dan kafir Quraisy bertekad untuk membebaskan kota itu dari Islam, maka Allah SWT akhirnya --karena demi membela diri orang-orang Islam sendiri-- mengizinkan mereka berperang (QS Al Hajj [22]:37). Namun izin itu dikeluarkan dengan beberapa persyaratan seperti demi jalan Allah SWT, bukan demi harta atau prestise, mempertahankan diri, dan tidak berlebihan (QS Al-Baqarah [2]:190).

Data historis yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal di atas adalah penyebaran Islam ke Habsyi, sebuah kota yang tidak begitu jauh dari jazirah Arab dan kota yang pernah menjadi tujuan hijrah Nabi. Orang-orang Islam tidak pernah memerangi kota itu karena tidak mengancam keselamatan mereka. Bila penyebaran Islam dengan kekuatan, tentunya orang-orang Islam sudah menghancurkan kota itu. Seperti diketahui, umat Islam saat itu sudah memiliki angkatan laut yang cukup kuat.

Kedua, melindungi dakwah dan orang-orang lemah yang hendak memeluk Islam. Seperti diketahui bahwa dakwah Nabi memperoleh tantangan keras dari kafir Quraisy Makkah. Mereka menempuh jalan apa saja untuk menghalanginya (QS al-Fath [48]:25). Banyak penduduk Makkah dan Arab lainnya bermaksud memeluk Islam, tetapi mereka takut terhadap ancaman itu. Allah lalu mengizinkan Rasul-Nya beserta pengikutnya untuk melindungi dakwah dengan cara berperang.

Ketiga, mempertahankan umat Islam dari serangan pasukan Persia dan Romawi. Keberhasilan dakwah Nabi dalam menyatukan kabilah-kabilah Arab di bawah bendera Islam ternyata dianggap ancaman oleh penguasa Persia dan Romawi --dua adikuasa saat itu. Itu sebabnya, mereka mengumumkan perang dengan umat Islam.

Tahun 629 M Nabi mengutus satu kelompok berjumlah 15 orang ke perbatasan Timur Ardan untuk berdakwah, tetapi semuanya dibunuh atas perintah penguasa Romawi. Pada tahun 627 M Farwah bin Umar Al Judzami, gubernur Romawi di Amman, memeluk Islam. Untuk itu, ia mengutus Mas'ud bin Sa'ad Al Judzami menghadap Nabi untuk menyampaikan hadiah. Ketika berita itu sampai ke telinga 49 orang-orang Romawi, mereka memaksa Farwah untuk keluar dari Islam, tetapi paksaan itu ditolaknya. Akibatnya, ia dipenjara dan akhirnya disalib. Atas alasan itu dan demi melindungi umat Islam dari serangan-serangan Romawi dan Persia berikutnya, Nabi kemudian mengumumkan perang.

Berdasarkan uraian tersebut, tidak ada satu ayat pun atau satu kejadian pun dalam sejarah permulaan Islam yang mengisyaratkan bahwa Islam disebarkan dengan peperangan (senjata). Peperangan yang terjadi hanyalah karena terpaksa untuk membela diri, melindungi dakwah dan kebebasan beragama, serta melindungi umat Islam dari serangan Romawi dan Persia.

Ikhtisar
- Pernyataan Islam disebarkan dengan pedang adalah stigma yang dibuat Barat terhadap Islam.
- Sejarah menunjukkan bahwa Islam selalu disebarkan lewat alan dakwah, pemikiran, dan kesantunan.
- Keterlibatan umat Islam dalam perang, selalu didorong oleh motivasi membela diri di jalan Allah SWT.

Pendiri Pondok Pesantren Pertama di Jawa Barat

Pondok Pesantren

Syekh Hasanuddin
Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat

Menurut Babad Tanah Jawa, pondok pesantren pertama di Jawa Barat adalah pesantren Quro yang terletak di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Hasanuddin, seorang ulama dari Campa atau yang kini disebut Vietnam, pada tahun 1412 saka atau 1491 Masehi. Karena pesantrennya yang bernama Quro, Syekh Hasanuddin belakangan dikenal dengan nama Syekh Quro.


Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin adalah putra Syekh Yusuf Sidik. Awalnya, Syekh Hasanuddin datang ke Pulau Jawa sebagai utusan. Ia datang bersama rombongannya dengan menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho dalam perjalanannya menuju Majapahit.


Dalam pelayarannya, suatu ketika armada Cheng Ho tiba di daerah Tanjung Pura Karawang. Sementara rombongan lain meneruskan perjalanan, Syekh Hasanuddin beserta para pengiringnya turun di Karawang dan menetap di kota ini.


Di Karawang, Syekh Hasanuddin menikah dengan gadis setempat yang bernama Ratna Sondari yang merupakan puteri Ki Gedeng Karawang. Di tempat inilah, Syekh Hasanuddin kemudian membuka pondok pesantren yang diberi nama Pesantren Quro yang khusus mengajarkan Alquran. Inilah awal Syekh Hasanuddin digelari Syekh Quro atau syekh yang mengajar Alquran.


Dari sekian banyak santrinya, ada beberapa nama besar yang ikut pesantrennya. Mereka antara lain Putri Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa, penguasa kerajaan Singapura, sebuah kota pelabuhan di sebelah utara Muarajati Cirebon. Puteri Subang Larang inilah yang kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi, penguasa kerajaan Sunda Pajajaran.


Kesuksesan Syekh Hasanuddin menyebarkan ajaran Islam adalah karena ia menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kedamaian, tanpa paksaan dan kekerasan. Begitulah caranya mengajarkan Islam kepada masyarakat yang saat itu berada di bawah kekuasaan raja Pajajaran yang didominasi ajaran Hindu.


Karena sifatnya yang damai inilah yang membuat Islam diminati oleh para penduduk sekitar. Tanpa waktu lama, Islam berkembang pesat sehingga pada tahun 1416, Syekh Hasanuddin kemudian mendirikan pesantren pertama di tempat ini.



Ditentang penguasa Pajajaran

Berdirinya pesantren ini menuai reaksi keras dari para resi. Hal ini tertulis dalam kitab Sanghyang Sikshakanda Ng Kareksyan. Pesatnya perkembangan ajaran Islam membuat para resi ketakutan agama mereka akan ditinggalkan.



Berita tentang aktivitas dakwah Syekh Quro di Tanjung Pura yang merupakan pelabuhan Karawang rupanya didengar Prabu Angga Larang. Karena kekhawatiran yang sama dengan para resi, ia pernah melarang Syekh Quro untuk berdakwah ketika sang syekh mengunjungi pelabuhan Muara Jati di Cirebon.


Sebagai langkah antisipasi, Prabu Angga Larang kemudian mengirimkan utusan untuk menutup pesantren ini. Utusan ini dipimpin oleh putera mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa. Namun baru saja tiba ditempat tujuan, hati Raden Pamahan Rasa terpesona oleh suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan Nyi Subang Larang.


Putra mahkota yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Prabu Siliwangi itu dengan segera membatalkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut. Ia justru melamar Nyi Subang Larang yang cantik. Lamaran tersebut diterima oleh Nyi Santri dengan syarat maskawinnya haruslah Bintang Saketi, yaitu simbol "tasbih" yang ada di Mekah.


Pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dengan Nyi Subang Karancang pun kemudian dilakukan di Pesantren Quro atau yang saat ini menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh Quro bertindak sebagai penghulunya.



Menyebar santri untuk berdakwah

Tentangan pemerintah kerajaan Pajajaran membuat Syekh Quro mengurangi intensitas pengajiannya. Ia lebih memperbanyak aktivitas ibadah seperti shalat berjamaah.


Sementara para santrinya yang berpengalaman kemudian ia perintahkan untuk menyebarkan Islam ke berbagai kawasan lain. Salah satu daerah tujuan mereka adalah Karawang bagian Selatan seperti Pangkalan lalu ke Karawang Utara di daerah Pulo Kalapa dan sekitarnya.


Dalam penyebaran ajaran Islam ke daerah baru, Syekh Quro dan para pengikutnya menerapkan cara yang unik. Antara lain sebelum berdakwah menyampaikan ajaran Islam, mereka terlebih dahulu membangun Masjid. Hal ini dilakukan Syekh Quro mengacu pada langkah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Saat itu beliau terlebih dahulu membangun Masjid Quba.


Cara lainnya, adalah dengan menyampaikan ajaran Islam melalui pendekatan dakwah bil hikmah. Hal ini mengacu pada AlQuran surat An Nahl ayat 125, yang artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik."


Sebelum memulai dakwahnya, Syekh Quro juga telah mempersiapkan kader-kadernya dengan pemahaman yang baik soal masyarakat setempat. Ini dilakukan agara penyebaran agamanya berjalan lancar dan dapat diterima oleh masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi kesuksesan dakwah Syekh Quro yang sangat memperhatikan situasi kondisi masyarakat serta sangat menghormati adat istiadat penduduk yang didatanginya.


Selama sisa hidup hingga akhirnya meninggal dunia, Syekh Quro bermukim di Karawang. Ia dimakamkan di Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemah Abang, Karawang. Tiap malam Sabtu, makam ini dihadiri ribuan peziarah yang datang khusus untuk menghadiri acara Sabtuan untuk mendoakan Syekh Quro.


Belakangan masjid yang dibangun oleh Syekh Quro di pesantrennya, kemudian direnovasi. Namun bentuk asli masjid -- berbentuk joglo beratap dua limasan, menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon -- tetap dipertahankan.


republika.
( uli/berbagai sumber )

Mengenal dan menghitung fidyah

Cara membayar fidyah puasa

H. Abdurrahman, Lc dan HM. Suharsono, Lc

Salah satu problema yang dihadapi para wanita dalam pelaksanaan ibadah puasa adalah ketika mereka hamil dan ketika mereka menyusui. Maka para ulama dalam hal ini telah memberikan porsi yang sangat luas.

Dalam hal ini para ulama telah memberikan pendapat yang beragam yang menunjukan keluasan dan keluwesan hukum Islam. Namun yang menjadi kesepakatan mereka adalah bahwa para wanita yang hamil dan menyusui berhak untuk berbuka.

Berdasarkan hadits Nabi SAW yang berbunyi, ?Sesungguhnya Allah mencabut puasa dan separuh shalat bagi musafir, dan mencabut puasa dari wanita hamil dan menyusui? (HR. Ibnu Majah).

Yang menjadi pertanyaan adalah : apakah mereka (Wanita hamil dan menyusui) diperlakukan sebagai orang sakit biasa, sehingga mereka diwajibkan mengqadha sebanyak hari−hari yang ditinggalkan pasca Ramadhan setelah kehamilan dan masa menyusuinya berakhir ? ataukah mereka diperlakukan seperti kakek tua renta dan nenek yang sudah lemah serta seperti orang yang sakit menahun?

Yang diwajibkan bagi mereka hanya membayar fidyah tanpa mengqadha puasa yang telah lewat? dari pertanyaan inilah pendapat ulama menjadi beragam. Diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Said bin Zubair dari kalangan sahabat dan Ibnu Sirrin,
2. AlQasim bin Muhammad, Qatadah dan Ibrahim dari kalangan Tabiin berpendapat, mereka boleh berbuka dan sebagai gantinya dengan membayar fidyah.
3. Kalangan Mazhab Syafii dan Hambali berpendapat jika yang dikawatrikan anaknya saja maka wajib baginya membayar qadha dan fidyah, namun apabila yang dikawatirkan dirinya atau dirinya dan anaknya maka cukup bagi dia hanya membayar qadha.
4. Kalangan mazhab Hanafi berpendapat cukup baginya hanya qadha.

Syeikh DR. Yusuf Qardhawi dalam pendapatnya beliau lebih menguatkan pendapat yang pertama yaitu yang mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui hanya diwajibkan membayar fidyah. Namun beliau memberikan catatan bagi wanita yang hanya punya anak satu atau dua mereka lebih baik mengqadha sebagaimana pendapat yang kedua.

Kesimpulan ketentuan hukum ini didasarkan pada Muruatun Takhfif (Memperhatikan peringanan) dan Raful Masyakkah zidah (Mengangkat Kesulitan yang berlebihan). Karena itu apabila Masyakkah (Kesulitan) itu berakhir, maka hukum asal tetap berlaku. Artinya tetap mengqadha.

Teknis dan Harga Pembayaran

Cara membayar fidyah adalah sebagai berikut, untuk harga pembayaran adalah satu kali makan dalam satu hari, karena ukuran satu Fidyahnya 2 mud atau 2,5 liter. Dan mengenai teknisnya sebaiknya setiap hari berbuka digantikan satu kali makan orang miskin.

Dan apabila merasa repot atau sibuk untuk membayar setiap hari pembayarannya bisa diakumulasikan sesuai dengan perkiraan berapa hari berbuka. (cyp/pkpu)

Seorang Muslimah Berhias Diri

Make up natural


Berhias atau make up adalah hal yang lumrah dilakukan oleh seorang manusia, entah lelaki atau wanita bahkan banci. Islam sebagai agama yang sesuai dengan naluri manusia tentu saja tidak menyepelekan masalah berhias. Sehingga masalah berhias ini tentu saja sudah di bahas dalam syariat Islam. Sehingga berhias ini bisa menjadi amal shaleh ataupun amalan salah, tergantung sikap kita mau atau tidak mengindahkan kaedah syariat tentang berhias atau cara make up dalam islam. 

Kaedah pertama: Hendaknya cara berhias itu tidak dilarang dalam agama


Kaedah kedua: Tidak mengandung penyerupaan diri dengan orang kafir


Kaedah ketiga: Jangan sampai menyerupai kaum lelaki dalam segala sisinya.


Kaedah keempat: Jangan berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup


Kaedah kelima: Jangan mengandung pengubahan ciptaan Alloh Azza wa Jalla. 

Kaedah keenam: Jangan mengandung bahaya terhadap tubuh.

Kaedah ketujuh: Jangan sampai menghalangi masuknya air ke kulit, atau rambut terutama yang sedang tidak berhaid

Kaedah kedelapan: Jangan mengandung pemborosan atau membuang-membuang uang.

Kaedah kesembilan: Jangan membuang-buang waktu lama dalam arti, berhias itu menjadi perhatian utama seorang wanita

Kaedah kesepuluh: Penggunaannya jangan sampai membuat si wanita takabur, sombong dan membanggakan diri dan tinggi hati dihadapan orang lain

Kaedah kesebelas: Terutama, dilakukan untuk suami. boleh juga ditampakkan dihadapan yang halal melihat perhiasannya sebagaimana difirmankan oleh Alloh Azza wa Jalla dalam Al-Qur''an ayat 31 dari surat An-Nur

Kaedah keduabelas: Jangan bertentangan dengan fitrah

Kaedah ketigabelas: Jangan sampai menampakan aurat ketika dikenakan

Kaedah keempat belas: Meskipun secara emplisit, janggan sampai menampakan postur wanita bagi laki yang bukan mukhrim.

Kaedah kelima belas: Jangan sampai meninggalkan kewajibannya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian wanita pada malam penggantin mereka atau pada berbagai kesempatan lainnya.

Islam tontonan, Masya Allah


Televisi Indonesia yang Islami


Seorang Ulama tua, hanya bisa prihatin, lalu bermunajat kepada Allah swt. "Tuhan, kini Islam yang kami lihat di media massa, bukan lagi Islam Tuntunan, tetapi Islam Tontonan?" Itulah munajat Kyai tua, dan tokoh Ulama yang barangkali mewakili ribuan suara Ulama dan Kyai di Indonesia, Prof KH Aly Yafi, ketika memperingati kemerdekaan RI menurut kalender Hijriyah, bertepatan di bulan suci Ramadlan lalu.

Selama bulan suci Ramadlan lalu, ada fenomena unik yang sangat menjemukan dan memuakkan. Pada sepertiga malam terakhir, biasanya ummat Islam sangat khusyu' beribadah, memohon ampunan, bertasbih, berdzikir dalam Qiyamullail serta tadarrus. Tetapi di televisi Indonesia lepas tengah malam, jutaan ummat Islam bangun, bukan untuk mengahadap Tuhan, tetapi untuk menghadap TV dengan berbagai pilihan channel acara Ramadlan. 

TV telah menjadi berhala baru bagi mereka, karena sesungguhnya bukan mereka mendalami agama atau mendengarkan ceramah para Ustadznya, namun hanya ingin menonton entertainment dalam jubah agama. Bahkan acara paling bermutu dari kajian Tafsir Al-Qur'an Prof Quraish Shihab, rating penontonnya paling rendah, padahal acara tersebut paling bermutu dari segi kualitasnya dibanding acara-acara lainnya.

Apakah Islam di negeri ini sudah banyak digiring dan ditentukan oleh para produser TV dan media massa? Bukan ditentukan alurnya oleh para Ulama? Apakah Islam harus mengikuti jalannya industri kapitalisme media, kemudian membangun imaje bahwa life style Islam adalah sebagaimana sosok-sosok di media itu? Politik media macam apakah yang telah merangsek ajaran Islam dan cakrawala Islam di negeri ini? Siapakah yang menjadi Imam ummat? Ulama? Artis? Mubaligh Panggungan? Ustadz Teaterikal? Selebritis? 

Merinding bulu kudhuk kita, ketika mendengar dan melihat fakta tontonan agama di media massa dan televisi Indonesia. Tetapi memang, agama paling empuk, paling ramai di pasar dunia, paling mudah untuk dimanupulasi, paling gampang untuk dagangan, paling kuat untuk dijadikan legitimasi apa pun, hingga cap halal haram untuk sebuah produk. 

Ini semua salah siapa? Apakah ummat mengalami kebosanan, kejenuhan, kehilangan simpati kepada para Ulamanya, para Ustadznya? Lalu beralih pada "Islam Hiburan, Islam Tontonan, Islam Tangisan, Islam Lawakan, Islam Horor, Islam Ruqyahan, Islam Kuburan, Islam Blatungan, Islam?" entah apalagi namanya, yang mengekploitir emosi penonton, untuk sebuah industri ketakutan dan kegembiraan.

Ataukah para kapitalis media sangat gemes dengan potensi empuk agama untuk dijadikan mesin uang? Barangkali saling kerjasama antara para ustadznya untuk saling menguntungkan melalui bisnis agama ini? Inilah yang disinggung sejak lama oleh Al-Ghazaly, Ibnu Athaillah as-Sakandary, bahkan zaman semacam ini pernah diprediksi Kanjeng Nabi SAW. 

"Nafsu dibalik kemaksiatan itu sudah jelas. Tetapi nafsu dibalik ketaatan (ibadah) itu tersembunyi. Terapinya sangat sulit, karena bedanya sangat tipis," kata Ibnu Athaillah as-Sakandary dalam al-Hikam. Inilah yang pernah diperingatkan secara keras oleh Abul Hasan asy-Syadzily, seorang Sulthan Auliya di zamannya, ketika menafsiri ayat, "Rasul tidak pernah berkata dengan dorongan nafsu, melainkan karena wahyu yang diwahyukan?" maka, siapa pun jangan merasa senang manakala kata dan ucapannya di "iya"kan oleh pendengar, tetapi senanglah kalian kalau Allah meng"iya"kan hatimu.

Jika seorang penceramah, seorang Ustadz bicara di depan publik, dan publik menyambut dengan rasa simpati atas apa yang dikatakan Ustadz, lalu sang Ustadz gembira karena pandangannya mendapat dukungan, berarti sang Ustadz itu berbicara karena dorongan hawa nafsunya. Sang ustadz bukan gembira, karena Allah membenarkan kata-katanya, tetapi gembira karena pendengar membenarkan ucapannya.

Seluruh gerakan "Islam Tontonan" hanya mengekploitasi simpati penonton, pembenaran pemirsa, kesenangan pembaca, kenikmatan penyimak. Nafsu penonton, penyimak dan pemirsa, adalah ladang bagi industri komunikasi, apalagi agama, yang dianut oleh semua orang. 

Kita tidak usah terlalu menyudutkan media, karena memang media itu industri, yang ingin mengeruk keuntungan yang besar. Mari kita tengok para pelaku, para Ustadz, para sosok yang mewakili Islam disitu. Apakah mereka tidak risih dijadikan tontonan ummat? Dijadikan bahan tawaan ummat? Dijadikan pelampiasan emosi semu dari kegersangan ummat? Apakah mereka tidak pernah mendengar jika umat memunculkan sejumlah kata-kata, "Ayok kita nonton Ustadz A?. Ayuk kita nonton Aa' B, ayuk kita lihat Ustadz J, ?" Sama sekali tidak ada bau tuntunan dari kata yang terucap. Lalu sekian program dieksploitasi. Misalnya Ustadz A atau B atau J, bisa dijual segi kehidupan sehari-harinya, keluarganya, seni suaranya, deklamasinya, airmatanya, dan sebagainya.

Islam Tontonan juga telah memenuhi judul-judul sinetron. Seperti Rahasia Ilahi, Hidayah, Sakaratul Maut, Takdir Ilahi, Taubat, Misteri Dua Dunia, yang hampir mengaduk-aduk dunia kuburan untuk industri sineas ini. Islam begitu memuakkan dimata anak-anak, begitu mengerikan dan horror dimata orang luar, sedemikian memuntahkan dimata ummat sendiri. Lalu bermunculan Nama-nama Allah untuk dijadikan industri sineas, seperti Subhanallah, Allahu Akbar, Astaghfirullah?.dll.

Lalu Ruqyah, okh sangat memilukan. Apakah pemahaman ruqyah sebegitu dangkal seperti di media dan TV itu? Coba pemirsa melihat bagaimana anda menatap para peruqyah itu, apakah ada Cahaya Ilahi yang muncul dari keikhlasan jiwanya? Apakah Islami seperti tontonan Ruqyah itu? Itu Ruqyah atau Riya'ah? Islam Tontonan juga telah membangun imej, bahwa menjadi Ustadz, Da?i, Mubaligh, adalah karir dan professi, lalu muncullah perlombaan jadi Da?i, Pildacil, jangan-jangan ada lomba jadi Kyai...

Gara-gara Formalisme?

Menurut telaah, kenapa Islam Tontonan ini muncul begitu kuat? Sejak kata-kata Islam phobia mulai menyingkir di negeri ini, muncullah Islamisasi diberbagai bidang dalam landskap dan mosaik keseharian, saling tarik menarik antara kepentingan politik, kepentingan semangat agama, dan kebodohan akan agama itu sendiri yang merajai manusia-manusia kota yang konon lebih senang disebut manusia terpelajar.

Semangat formalisme Islam, membuat ummat Islam tergila-gila dengan lambang serba Islam, serba Syariat, jargon serba ummat, disatu sisi lebih merasa terpuaskan oleh rasa bangga, bila Islam ditonton oleh banyak orang, "Inilah Islam!". Tetapi, kita semua tahu, karena "Inilah Islam!" terorisme ada dimana-mana, Islam garis keras memanfaatkan momentum maksiat untuk bisa eksis di media massa. Kebiadaban atas nama Islam macam mana lagi ini? Bukankah kita hanya memetik kemunafikan demi kemunafikan ketika meneriakkan Islam sementara hati kita kosong, hati kita kering, jiwa kita sendiri yang sangat menjijikkan untuk divisualkan? Islam 

Tontonan adalah salah satu dari sekian teater Akhir Zaman Edan. Karena Islam Tontonan adalah wujud lain dari Riya' yang maniak, Riya' yang didukung teknologi, Riya' yang dibungkus nama-nama Tuhan, Riya' yang menumpuk sampah kebanggaan, Riya' yang membangun lapisan kebodohan, Riya' yang menghancurkan agama dari pahalanya dari dalam. Islam Tontonan hanyalah harum di permukaan, anyir dan membusuk dari batin di kedalaman. 

Islam Tontonan sesungguhnya adalah sampah, yang muncul dari limbah sejarah klarifikasi ad-Din al-Haq. Allah mengumpulkan limbah ini, agar mudah dibersihkan dari jiwa ummat. Islam tontonan sebagaimana dalam Al-Qur'an, "adalah mereka yang tersesat perjalanan hidupnya di dunia dan menduga apa yang mereka lakukan itu adalah perilaku yang baik." (Al-Kahfi)

Itulah tema paling mutakhir abad kita, Islam di tengah-tengah kelemahan para Ulamanya, para Ustadznya, para Kyainya, bertemu dengan kebodohan dan ketololan para ummat yang mengikutinya, lalu dijadikan industri empuk tontonan para kapitalisnya, Entertainment Nafsu Agama. Masya Allah!

Menyambut Ramadhan: Bersikap Dermawan di Bulan Ramadhan



Sedekah Puasa Ramadhan

Sifat dermawan adalah sifat yang sangat terpuji lagi mulia. Cukup lah bagi kita untuk memahaminya, bahwa Allah swt telah menasbihkan diriNya dengan sifat "al-Karim", Yang Maha Dermawan. Kalau lah tidak karena kedermawanan Allah, kita pasti tidak memiliki apa-apa, tidak kesejahteraan, tidak pula ketentraman. Dermawan juga merupakan sifat para Nabi, para sahabat, serta orang-orang saleh.

Seorang yang dermawan akan ditutupi Allah aib dan keburukannya. Bahkan kebaikan demi kabaikan akan diperolehnya. Seorang penyair Arab pernah mengatakan "Seorang dermawan, apabila engkau memujinya, maka semua orang akan ikut memujinya, namun apabila engkau mencelanya, akan kau dapati bahwa hanya engkau sendiri yang mencelanya".

Dermawan artinya rela berkorban di jalan Allah dengan harta atau bahkan jiwa dan raga. Dermawan bisa terwujud dalam bentuk: uluran tangan untuk memberi sedekah, infak, zakat, bantuan dana pembangunan masjid, sumbangan ke sekolah; ke pasantren; panti asuhan, dan juga termasuk membantu para pengungsi, korban perang dan lain sebagainya. Derwaman merupakan cerminan rasa solidaritas kemanusiaan dari seorang hamba Allah Yang Maha Kasih kepada hamba lainnya yang memerlukan.

Tingkat tertinggi dari kedermawanan adalah "Iitsar", yaitu memberikan sesuatu kepada orang yang lebih memerlukan, padahal ia sendiri masih memerlukannya. Inilah yang digambarkan Allah swt dalah surat al Hashr ayat 9 dalam menceritakan kedemawanan kaum Anshar (penduduk Madinah) kepada kaum Muhajirin yang datang dari Makkah untuk berhijrah.

"Dan mereka ber-itsar (mengutamakan orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan."

Konon ayat ini turun pada seorang sahabat yang dimintai Rasulullah agar bersedia menerima seorang tamu untuk bermalam dirumahnya. Karena rasa hormat sahabat tersebut kepada Rasulullah, maka diterimanya tamu tersebut, padahal ia menyadari tidak memiliki apapun untuk disuguhkan kecuali makan malam yang pas-pasan untuk keluarganya. 

Sahabat tersebut bersama isterinya lalu meninabobokkan anak-anak mereka hingga mereka tertidur sebelum makan malam, lalu dipadamkannya lampu ruangan sebelum mereka menyuguhkan makan malam kepada sang tamu. Lalu ia duduk bersama tamu berpura-pura ikut menyantap makanan, padahal ia tidak ikut makan karena khawatir akan sedikitnya makanan yang disuguhkan. Pagi harinya Allah mengabadikan sifat kedermawaan sahabat tersebut dalam ayat diatas untuk diingat dan dijadikan suri teladan umat Islam bahwa betapa mulianya sifat dermawan ini.

Kedermawanan seseorang akan menunjukkan keberanian dalam dirinya apalagi saat puasa ramadhan, karena ia tidak merasa takut akan kehilangan apa yang ia berikan kepada orang lain. Kedermawanan juga mencerminkan iman yang kuat dan kokoh, karena ia yakin bahwa apa yang diberikannya kepada orang lain niscaya akan mendapatkan ganti dari Allah. Inilah apa yang telah dijanjikan oleh Al Qur'an:

"Dan apa yang kalian infakkan, maka Dia (Allah) pasti menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya" ( Q.S. Saba' : 34). Dalam sebuah hadis Rasulullah juga bersabda "Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia dan dekat dengan sorga. Sedangkan orang bakhil dan kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia dan dekat dengan Neraka".

Kedermawan yang dianjurkan adalah yang disertai keikhlasan untuk membantu saudara yang memerlukan dan demi mencari keridlaan Allah terutama di bulan ramadhan. Inilah yang akan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah swt.

"Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah, adalah sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir dan setiap butir membuahkan lagi 100 biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang dikehendakiNya. Allah maha luas karuniaNya dan lagi maha mengetahui" (al-Baqarah:261).

Di bulan Ramadan ini, patut kita menggugah diri, dengan kacamata kedermawanan untuk menaruh perhatian kepada saudara-saudara kita yang kebetulan bernasib kurang baik. Saudara-saudara kita: yang kelaparan, yang sakit, yang putus sekolah, yang kehilangan pekerjaan dan yang terlunta-lunta di pengungsian. Mereka menantikan uluran tangan, namun sering kita enggan untuk memberikan apa yang labih dari harta yang kita miliki. Puasa kita dengan meninggalkan makan dan minum seharian, tentu mengingatkan kita kepada saudara-saudara kita yang kelaparan dan kehausan, karena kemiskinan dan penderitaan mereka.

Di bulan Ramadan ini, kita selayaknya juga meningkatkan rasa kedermawanan kita sebagaimana diteladankan oleh Rasulullah. Kedermawanan beliau ketika memasuki bulan Ramadan diibaratkan melebihi kedermawanan hembusan angin yang membawa hujan, kesejukan dan kehidupan bagi alam semesta. ( H.R. Muslim).

(Disarikan dari kitab "Al-durus al-Ramadlaniyah" dan "Min Kunuzil Islam")

Amalan yang disunatkan pada bulan Ramadhan

Amalan Bulan Ramadhan


  Amalan yang disunatkan pada bulan Ramadhan :

1. Membaca Al-Quran.  
2. Menahan hawa nafsu dan kesenangan duniawi. 
3. Berdo'a ketika berbuka puasa.  
4. Qiyamullail (Tahajjud ) 
5. Berlomba-lomba dalam bersedakah
6. I`tikaf di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan   
7. Menjauhi Larangan Agama.
  
 
KULLU AAM WA ANTUM BI KHAIR

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan

Surat AL MULK Ayat 1



Edisi      : Kajian Islam
                 
            
   SURAT AL MULK AYAT 1

Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh


   "Maha suci Allah Tuhan yang memegang tampuk kerajaan (seluruh alam) dan Dia Maha Berkuasa di atas segala sesuatu"  (Al-Mulk ayat 1)           
    
Yang menjadi kunci pembicaraan dari seluruh ayat dalam surat Al-Mulk dan yang menjadi fokus utama dari dinamika yang ada pada surat ini adalah ayat permulaannya yang padat dan penuh memberi ilham.


Dari hakekat memegang tampuk kerajaan alam dan hakikat qudrat itulah
- terbitnya penciptaan hidup dan mati,
- terbitnya ujian manusia dengan hidup dan mati tersebut,
- terbitnya penciptaan langit,
- terbitnya penciptaan bintang-bintang yang menjadi hiasan dan pelita langit
  dan menjadi peluru yang merejam syaithon,
- terbitnya penciptaan dan penyediaan neraka Jahannam dengan segala sifat dan
  rupanya, dengan segala pengawal dan penjaganya,
- terbitnya sifat ilmu ALlah yang mengetahui segala yang sulit dan segala yang
  nyata,
- terbitnya penciptaan bumi dengan yang serba mudah kepada manusia,
- terbitnya tindakan ditelah bumi, dihujani ribut batu dan siksaan terhadap
  pendusta-pendusta di jaman lampau,
- terbitnya kemantapan penerbangan burung-burung di langit,
- terbitnya sifat kekuasaan dan keagungan-Nya,
- terbitnya pemberian rezeki mengikuti iradat-Nya,
- terbitnya penciptaan manusia dan pengurniaan nikmat pendengaran, penglihatan,
  dan hati nurani,
- terbitnya hidup manusia di bumi dan perhimpunan mereka di Mahsyar,
- terbitnya ikhtisas ALlah dengan pengetahuan Akhirat,
- terbitnya azab kepada orang -orang kafir dan
- terbitnya nikmat air yang menjadi puncak kehidupan, dan terbitnya kehilangan
  air apabila dikehendaki oleh Allah.


Seluruh hakekat dan pembicaraan-pembicaraan surah ini, khususnya dari ayat pertama, mengandung pengertian yang amat lengkap dan besar. Hakekat-hakekat dan sasaran-sasaran surat ini dikemukakan berturut-turut dalam rangkaian ayat-ayat itu. Ayat-ayat berikutnya tak henti-hentinya terfokus dalam menjelaskan ayat pertama yang ringkas tapi menyeluruh itu. Inilah yang menyebabkan sulit untuk membagi-bagikan hakekat-hakekat itu kepada bagian-bagian dan lebih elok jika hakekat-hakekat itu diteliti dalam rangkaian ayat-ayat itu.
     

       "Maha Suci Tuhan yang memegang tampuk kerajaan (seluruh alam) dan Dia Maha Berkuasa di atas segala sesuatu." [Al-Mulk ayat 1]
    
Ucapan tasbih di permulaan surah ini menyarankan keberkatan yang melimpah ruah dan mengagung-agungkan sebutan kerajaan seluruh alam. Ucapan tasbih itu menyarankan kelimpahan keberkatan Ilahi di atas kerajaan itu di samping mengagung-agungkan keberkatan itu setelah mengagung-agungkannya pada zat Ilahi. Ucapan tasbih itu merupakan sebuah lagu yang bergema merata di pelosok alam dan memenuhi setiap hati yang wujud. Hal ini bertolak dari firman Allah dalam Al-Qur'an Karim dari kitab luh Mahfuz yang tersembunyi menuju ke alam yang diketahui umum.
     
"Maha Suci Tuhan yang memegang tampuk kerajaan (seluruh alam)",
      
[ayat1], yakni Allah itulah yang memiliki kerajaan seluruh alam semesta. Allah itulah yang memegang terajunya dan mengendalikannya. Ini adalah suatu hakekat.Dan apabila hakekat itu menetap dalam hati nurani seseorang ia akan menentukan haluannya dan kesudahannya. Ia akan membebaskannya dari bertujuh sampai ia membebaskannya dari perhambaan dan penyembaan kepada yang lain dari ALlah pemilik dan empunya seluruh alam yang tunggal.
     

"Dan Dia Maha Berkuasa di atas segala sesuatu,"
     
[ayat 1], yakni tiada sesuatu yang dapat melemahkanNya atau luput dariNya. Tiada sesuatu yang mampu menghalangi iradatNya dan membebaskan kehendakNya. Dia mencipta apa saja yang Dia sukai. Dia bertindak mengikut apa saja yang dikehendakiNya. Dia Maha Berkuasa di atas apa yang dikehendakiNya dan Dia menguasai segala urusanNya. IradatNya tidak tergantung kepada mana-mana batas dan ikatan.


Apabila hakikat ini menetap di dalam hati nurani seseorang ia akan membebaskan kefahaman tentang ALlah dan tindakanNya dari ikatan-ikatan yang biasa ditanggapkan oleh panca-inderanya, aqalnya dan daya khayalnya. Qudrat Allah itu meliputi segala apa yang terlintas di dalam hati manusia. Ikatan-ikatan yang mengokong kefahaman manusia dengan sebab kejadian mereka yang terbatas itulah yang menjadikan manusia terkongkong kepada kebiasaan-kebiasaan mereka apabila mereka menilai suatu perubahan dan pertukaran yang diduga mereka mengenai hal-hal di balik masa sekarang dan hal-hal di balik kenyataan yang terbatas. Hakikat Qudrat ini membebaskan manusia dari segala belenggu itu. Dan hendaklah kita senantiasa menyakini bahwa Allah berkuasa melakukan segala sesuatu tanpa batas dan hendaklah kita menyerahkan segala sesuatu kepada kekuasaan ALlah tanpa sebarang ikatan, dan hendaklah kita bebas dari ikatan masa sekarang dan dari ikatan kenyataan yang terbatas.


================================
insya ALlah bersambung....[ayat 2]


Rujukan:
1. Fii Dhilalil-Qur'an oleh Sayyid Quthb
2. The Meaning of the Qur'an oleh Abul A'la Maududi
3. Bahan Tarbiyah MISG USA & Canada vol.1


Wa billahi taufiq wal hidayah
Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Saudaramu se-Islam

------------

Tafsiran Ayat-Ayat Tentang Puasa


Allah Ta'ala berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)

Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.

Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)

Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)

Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.

Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firman-Nya:

"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)

Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)

Dan firman Allah Ta 'ala :

"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)

Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari lain.

Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena itulah Allah berfirman :

"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)

Firman Allah Ta 'ala :

"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).

Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang dengannya Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram.

Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman :

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).

Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya. ')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)

Lalu Allah berfirman :

"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :

Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)

Tafsiran ayat:

Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata. (Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)

Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap kali berbuka.

Anjuran dan Keutamaan Do'a:

Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Firman Allah Ta 'ala :

"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.

2. Firman Allah Ta'ala :

"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).

Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya, orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.

Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata: "Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "

3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).

Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata, sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :

"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)

Sebab turunnya ayat :

Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata :

"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :

"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu. "

Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :

"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)

Tafsiran ayat :

Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam hari makan dan minum :

"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.

Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya.

Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi mereka."

Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)

  • Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
  • Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
  • Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.

Firman Allah Ta 'ala :

"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya.

Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan, karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih memudahkan manusia.

  • Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang miskin.

Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.

  • Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
  • Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
  • Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
  • Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala :

"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "

  • Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
  • Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.

Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.

  • Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
  • Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima waktu.

Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya. Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.

  • Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamujangan mendekatinya."

Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).

  • Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
  • Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
  • Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
  • Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)