Hadits - Hadits palsu tentang keutamaan Shalat dan Puasa di bulan Rajab

Puasa Rajab

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2

Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan berperang pada bulan-bulan itu.
Allah juga mengkhususkan hari Jum'at dalam sepekan untuk berkumpul shalat Jum'at dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.
Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma'aad,[1] bahwa Jum'at mempunyai lebih dari tiga puluh keutamaan, kendatipun demikian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jum'at atau puasa pada hari Jum'at, sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum'at dari hari-hari yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum'at itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa padanya." [HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)]
Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya do'a dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar.
Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.
Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab.
HADITS PERTAMA
"Artinya : Rajab bulan Allah, Sya'ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku"
Keterangan: HADITS INI " MAUDHU'
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): "Hadits ini maudhu'." [Lihat Maudhu'atush Shaghani (I/61, no. 129)]
Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
"Artinya : Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum'at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib..."
Keterangan: HADITS INI MAUDHU'
Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): "Hadits ini diriwayatkan oleh 'Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Muhammad bin Sa'id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin 'Abdullah as-Shan'any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu'. [Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha'if (no. 168-169)]
Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): "Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: "Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka." [Al-Maudhu'at (II/125), oleh Ibnul Jauzy]
Imam adz-Dzahaby berkata: " 'Ali bin 'Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits."
Kata para ulama lainnya: "Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa'ib." [Periksa: Mizaanul I'tidal (III/142-143, no. 5879)]
HADITS KEDUA
"Artinya : Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur'an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya'ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba."
Keterangan: HADITS INI MAUDHU'
Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalany: "Hadits ini palsu." [Lihat al-Mashnu' fii Ma'rifatil Haditsil Maudhu' (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H)]
HADITS KETIGA:
"Artinya : Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka'at, setiap raka'at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian." Kami berkata: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: 'Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.'"
Keterangan: HADITS MAUDHU'
Kata Ibnul Jauzi: "Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya)." [Lihat al-Maudhu'at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits Maudhu'at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari'ah al-Marfu'ah 'anil Akhbaaris Syanii'ah al-Maudhu'at (II/89), oleh Abul Hasan 'Ali bin Muhammad bin 'Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).]
HADITS KEEMPAT
"Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka'at, di raka'at pertama baca 'ayat Kursiy' seratus kali dan di raka'at kedua baca 'surat al-Ikhlas' seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)"
Keterangan: HADITS INI MAUDHU'
Kata Ibnul Jauzy: "Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang bernama 'Utsman bin 'Atha' adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits." [Al-Maudhu'at (II/123-124).]
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalany, 'Utsman bin 'Atha' adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]
HADITS KELIMA
"Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan."
Keterangan: HADITS INI SANGAT LEMAH
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu'.
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa'ib, dia adalah seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu'ah (no. 290)]
Kata Imam an-Nasa'i: "Furaat bin as-Saa'ib Matrukul hadits." Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: "Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni." [Lihat adh-Dhu'afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa'i (no. 512), al-Jarh wat Ta'dil (VII/80), Mizaanul I'tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).]
HADITS KEENAM
"Artinya : Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan 'Rajab' airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu."
Keterangan: HADITS INI BATHIL
Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Imran, ia berkata: "Aku mendengar Anas bin Malik berkata, ..."
Imam adz-Dzahaby berkata: "Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang tidak dikenal dan khabar (hadits) ini adalah bathil." [Lihat Mizaanul I'tidal (IV/ 189)]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: "Musa bin 'Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya." [Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah (no. 1898)]
HADITS KETUJUH.
"Artinya : Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah."
Keterangan: HADITS INI PALSU
Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits al-Maudhu'ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: "Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu'ah, ia berkata: 'Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu'.'"
Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah:
[1]. 'Amr bin al-Azhar al-'Ataky.
Imam an-Nasa-i berkata: "Dia Matrukul Hadits." Sedangkan kata Imam al-Bukhari: "Dia dituduh sebagai pendusta." Kata Imam Ahmad: "Dia sering memalsukan hadits." [Periksa, adh-Dhu'afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I'tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta'dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353)]
[2]. Abaan bin Abi 'Ayyasy, seorang Tabi'in shaghiir.
Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: "Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya)." Kata Yahya bin Ma'in: "Dia matruk." Dan beliau pernah berkata: "Dia rawi yang lemah." [Periksa: Adh Dhu'afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I'tidal (I/10), al-Jarh wat Ta'dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51, no. 142)]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu 'Ulwan dari Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: "Ibnu 'Ulwan adalah pemalsu hadits." [Lihat al-Fawaaidul Majmu'ah (hal. 102, no. 288).
Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat Raghaa'ib dan puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan palsu, penulis mencukupkan tujuh hadits saja.
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]

Bolehkan Wudhu Tanpa Membuka Jilbab?

 
Niat wudhu


Wudhu Tanpa Membuka Jilbab

Assalamualaikum wr wb,

Pak Ustadz yang dirahmati Alloh swt, saya baru saja membaca jawaban pak ustadz tentang berwudhu dengan hanya mengusap sepatu.

Yang ingin saya tanyakan, bagaimana dengan wanita yang berwudhu hanya dengan mengusap kaus kaki apakah itu sah, pertanyaan saya yang kedua, belehkah berwudhu tanpa membuka jilbab dan pada waktu mengusap kepala yang diusap bagian atas jilbabnya saja.karena ada ustadz yang membolehkan tapi setiap melalukannya saya merasa ragu

Terima kasih banyak sebelumnya atas jawaban pak ustadz

Wassalamualaikum wr wb
Linda Saputra

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau berwudhu' tanpa membuka sepatu dan cukup mengusapkannya saja dengan air, memang karena Rasulullah SAW mencontohkannya. Sehingga sesuatu yang punya dasar masyru'iyah dari Rasulullah SAW, tentu akan kita jadikan pegangan.

Akan tetapi, manakala kita tidak menemukan contoh atau masyru'iyah yang tegas dari Rasulullah SAW, maka kita pun tidak boleh asal bikin ibadah baru, terutama dalam hal-hal yang terkait dengan ibadah ritual. Karena hal itu malah bisa menjadi bid'ah. Tentu saja bisa jadi sesat dan malah masuk neraka.

Mengusap sepatu atau lebih dikenal dengan istilah khuff, merupakan sunnah Rasulullah SAW dengan dasar hadits yang secara eksplisit disebutkan dengan jelas. Di antaranya adalah hadits berikut ini:

وَعَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ ، وَقَدْ رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ ، أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
Dari Ali bin Abi Thalib berkata:`Seandainya agama itu semata-mata menggunakan akal maka seharusnya yang diusap adalah bagian bawah sepatu ketimbang bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua sepatunya.(HR Abu Daud dan Daru Qudni dengan sanad yang hasan dan disahihkan oleh Ibn Hajar)

Selain itu ada juga hadis Ali Lainnya

عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهنَّ لِلْمُسَافِرِ ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ - يَعْنِي فِي الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Ali bin Abi Thalib r.a berkata bahwa Rasulullah menetapkan tiga hari untuk musafir dan sehari semalam untuk orang mukim (untuk boleh mengusap khuff). (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Ibn Majah.)

Juga ada hadis dari al-Mughirah bin Syu`bah

Dari al-Mughirah bin Syu`bah berkata: Aku bersama dengan Nabi (dalam sebuah perjalanan) lalu beliau berwudhu. aku ingin membukakan sepatunya namun beliau berkata:`Tidak usah, sebab aku memasukkan kedua kakiku dalam keadaan suci." lalu beliau hanya megusap kedua sepatunya (HR Mutafaqun `Alaih)

Ada juga hadis Sofwan bin `Asal

وَعَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إذَا كُنَّا سَفْرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ ، إلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ أَخْرَجَهُ النَّسَائِيّ وَالتِّرْمِذِيُّ ، وَاللَّفْظُ لَهُ ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَصَحَّحَاهُ
Dari Sofwan bin `Asal berkata bahwa Rasululah saw. memrintahkan kami untuk mengusap kedua sepatu bila kedua kaki kami dalam keadaan suci. selama tiga hari bila kami bepergian atau sehari semalam bila kami bermukim, dan kami tidak boleh membukanya untuk berak dan kencing kecuali karena junub (HR Ahmad, Nasa`i, Tirmizi dan dihasankan oleh Bukhari)

Mengusap Kaus Kaki

Seandainya memang ingin mengusap kaus kaki sebagai ganti dari mencuci kaki, maka syarat-syaratnya harus dipenuhi. Misalnya, kaus kaki itu harus tidak tembus air. Juga harus menutupi kaki hingga mata kaki.

Tapi kalau kaus kaki itu tembus air, maka kaus kaki itu tidak memenuhi syarat menjadi khuff. Sehingga tidak sah bila tidak mencuci kaki.

Mengusap Jilbab

Problematika para wanita ketika berwudhu' di tempat umum yang terbuka adalah tidak mungkin bagi mereka untuk melepas jilbab (kerudung). Sehingga ada sebagian orang yang demi membela tidak membuka aurat di muka umum, lalu berwudhu' tanpa melepas jilbab, dan kemudian hanya mengusapkannya dengan air.

Mungkin mereka berpikir, kalau sepatu saja boleh tidak dibuka dan diusap dengan air, maka seharusnya jilbab pun demikian.

Kesalahan ijtihad ini adalah bahwa ternyata tidak ada dalil yang membolehkan hal itu. Sedangkan mengusap sepatu, memang ada dalilnya. Itu pun dengan petunjuk yang detail di mana di sana disebutkan bagian mana yang harus diusap dan mana yang tidak perlu diusap.

Seandainya yang diusap bagian bawah sepatu, maka hukumnya tidak sah. Padahal masih bagian dari sepatu juga. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits di atas.

Dari Ali bin Abi Thalib berkata:`Seandainya agama itu semata-mata menggunakan akal maka seharusnya yang diusap adalah bagian bawah sepatu ketimbang bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua sepatunya.(HR Abu Daud dan Daru Qudni dengan sanad yang hasan dan disahihkan oleh Ibn Hajar)

Maka ketika seorang wanita mengusap jilbabnya, manakah dalil yang shahih yang benar-benar merupakan petunjuk dari Rasulullah SAW atas hal itu? Kalau tidak ada dalilnya, bagaimana mungkin kita tiba-tiba mengarang sendiri hal tersebut?

Jalan Keluar

Kalau mengusap jilbab tidak sah, lalu apa yang harus dilakukan? Yang harus dilakukan adalah tetap mengusap kepala, sebagaimana firman Allah SWT. Dan itu tetap bisa dilakukan tanpa harus melepas kerudung. Cukup dengan membasahi kedua tangan dengan air, lalu kedua tangan itu diselipkan masuk ke dalam kerudung dari dalam.

Dan kalau kita meminjam mazhab Asy-Syafi'i, cukup tiga lembar rambut saja yang basah, sudah dianggap cukup sah sebagai bentuk dari mengusap kepala.

Jadi jilbab tidak perlu dilepas, tapi wudhu' tetap sah dalam pandangan syariah. Sedangkan kaus kaki tetap harus dilepas dan kaki tetap harus dicuci. Kalau tidak mau cuci kaki, maka pakailah sepatu bot anti air yang menutup mata kaki dan jangan dicopot selama 24 jam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Islam: satu-satunya alternatif

 
berita islam



Kemerosotan peranan politik dan peradaban Islam tidaklah menyebabkan hilangnya system ajaran Islam sebagai suatu system nilai (value system) yang telah merasuk pada kalbu Muslimin, dan bahkan memberikan rembesan tumbuhnya embrio peradaban Barat modern. (Betapa banyak warisan kebudayaan Islam yang diambil alih dan di'claim' sebagai milik Barat). Sebagai system ajaran, Islam tetap memiliki alternatif satu-satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap menjadi satu-satunya alternatif peradaban modern ummat manusia, pada hari ini dan hari depan. Secara konsepsional, Islamlah yang paling layak untuk menggantikan seluruh konsepsi spiritual yang telah ada. Hujjah tekstual tak usah dipertanyakan lagi. Semuanya bisa dilihat dan dikaji kebenarannya dari sumber-sumber pokok ajaran Islam, yaitu al_Qur'an dan as_Sunnah. Adapun hujjah intelektual ditangan pada peninjau yang dianggap 'netral', dengan mengikuti disiplin ilmiah tertentu, menyatakan tentang keunggulan Islam dan memperoleh pensubstitusian sehingga bebas dari kesan apologetik apapun.
Contok tinjauan netral ini dilakukan oleh Ernest Gellner, seorang sosiolog agama. Gellner menunjukkan bahwa tradisi agung dalam Islam tetap bisa dimodernkan (modernizable) tanpa perlu memberi konsesi kepada pihak luar. Dan ini merupakan kelanjutan dialog ummat Islam sendiri sepanjang sejarahnya. "Diantara berbagai agama yang ada", kata Gellner, "Islam adalah satu-satunya yang mampu mempertahankan sistem keimanannya dalam abad modern ini, tanpa banyak gangguan doktrinal. Dalam Islam, dan hanya dalam Islam", lanjut Gellner, "pemurnian dan modernisasi di satu pihak, dan peneguhan kembali identitias ummat di pihak lain, dapat dilakukan dalam satu bahasa dan perangkat yang sama. Dunia Islam memang tidak begitu gemilang menerobos dan mempelopori ummat manusia memasuki abad modern. Tetapi karena watak dasar Islam sendiri, kaum Muslimin mungkin justru menjadi kelompok manusia yang memperoleh manfaat terbesar dari kemoderenan dunia. Tentunya kemoderenan disini bermakna kamajuan teknikalisme. Dengan kata lain, kunci keberhasilan Islam memasuki abad kegemilangannya terletak pada peneguhan kembali Warisan Syariah yang tak pernah lapuk. Kekokohan struktural harus dibangun di bawah, serta kemampuan mengambil alih dan merebut teknikalisme yang dimonopoli Barat".
Sementara itu, optimisme di kalangan ummat tentang kebangkitan Islam, bukanlah optimisme yang tanpa alasan, terutama berkaitan dengan potensi besar yang dimiliki kaum Muslimin, yaitu:
Pertama, potensi Syariah Islam itu sendiri sebagai warisan kemanusiaan yang diberikan oleh Allah SWT. Warisan yang tak pernah lapuk. Tidak ada satu agamapun di dunia ini yang masih terpelihara originalitasnya (asholah), kecuali Islam. Lebih dari itu, Islamlah satu-satunya agama yang sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.
Kedua, potensi penduduk Muslim yang berjumlah kurang lebih satu per empat milyar jiwa. Ini berarti seperlima penduduk dunia adalah Muslim. Islam adalah agama yang paling muda, yang jumlah pengikutnya sebanding, bahkan melebihi agama-agama lain yang lebih tua, seperti Nasrani dan Yahudi. Meski gelombang politik Islam naik turun, tetapi jumlah penduduknya - secara global - tidak pernah berkurang. Islam ibarat air, senantiasa mencari tempat yang rendah untuk mengalir.
Ketiga, potensi sumber-sumber kekayaan alam yang melimpah di negeri-negeri Muslim, khususnya minyak bumi dan sumber-sumber mineral lainnya.
Potensi minyak bumi yang berada di negara-negara Teluk, di Aljazair, Brunei Darussalam, Indonesia, dan seterusnya. Bahkan di wilayah Sovyet (pen. former) dan RRC pun ditemukan sumber-sumber minyak yang ditempati kaum Muslimin Sovyet (pen. former) atau kaum Muslimin RRC. Memang Allah SWT. telah menyediakan energi material dan immaterial untuk membantu kaum Muslimin, membangun dan memanfaatkan untuk menegakkan agama-Nya, sekaligus memadamkan berbagai pemberontakan terhadap Allah SWT. di berbagai penjuru dunia ini.
Keempat, potensi warisan sejarah. Islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban lebih dari tujuh abad lebih. Belum pernah ada satu agama maupun ideologi yang mampu mengembangkan peradabannya melebihi dari Islam. Peradaban Barat pun hari ini baru berumur kurang lebih 450 tahun. Jika Muslimin pada masa lampau menguasai peradaban, tentu bisa juga untuk masa depan.
Kelima, janji Allah SWT. yang tidak pernah diingkari. Bahwa Allah akan mengembalikan kekhalifahannya di muka bumi kepada orang-orang yang
beriman. (Al Qur'an surat 24:55)

Tahukah anda? Makkah sekarang sudah seperti Las Vegas

Gambar Mekah


Oleh : Redaksi 12 Mar, 07 - 5:00 pm

"Makkah sekarang sudah seperti Las Vegas, " begitulah pernyataan yang dilontarkan Ali al-Ahmad, direktur Institute for Gulf Affairs-lembaga riset oposisi Saudi- yang berbasis di Washington, melihat perkembangan kota suci Makkah saat ini.

Kota Makkah yang menyandang sebutan kota suci dan menjadi pusat ibadah haji umat Islam di seluruh dunia, ketenangan dan kekhusyuk-annya makin terkikis, Ka'bah yang terletak di tengah masjid Haram dan menjadi arah sholat Muslim sedunia, semakin tenggelam oleh berdirinya gedung-gedung tinggi.

Menurutnya, perkembangan kota Makkah sekarang adalah sebuah bencana. "Hal ini akan memberikan pengaruh buruk bagi umat Islam. Ketika mereka ke Makkah mereka tidak punya perasaan apapun, tidak ada keunikan lagi. Apa yang anda lihat cuma semen dan kaca, " ujar Ahmad serius.

Ahmad cukup beralasan melontarkan pernyataannya itu, karena kota Makkah saat ini makin penuh dengan bangunan-bangunan tinggi mulai dari hotel, pusat perbelanjaan dan toko-toko besar yang menjual produk Barat. Sebut saja kedai kopi Starbucks, Cartier and Tiffany, H&M dan Topshop.

Pusat perbelanjaan Abraj Al-Bait
Pusat perbelanjaan Abraj Al-Bait ( www.abrajalbait.com ), salah satu mall terbesar di Saudi yang baru dibuka menjelang musim haji bulan Desember 2006 kemarin, nampak megah dengan monitor-monitor televisi flat, cahaya lampu-lampu neon, dengan pusat hiburan, resto-resto cepat saji, bahkan toko pakaian dalam.

Pusat perbelanjaan itu, nantinya juga akan dilengkapi dengan kompleks hotel yang menjulang tinggi. Bahkan kompleks bangunan yang rencananya selesai tahun 2009 nanti, akan menjadi gedung tertinggi ketujuh di seluruh dunia, dilengkapi dengan fasilitas rumah sakit dan tempat sholat yang luas.

Seluruh pegunungan di dekat Jabal Omar, kini sudah diratakan. Di lokasi itu juga akan dibangun kompleks hotel dan lebih dari 130 gedung-gedung tinggi baru.

Kota Makkah yang menyandang sebutan kota suci dan menjadi pusat ibadah haji umat Islam di seluruh dunia, ketenangan dan kekhusyuk-annya makin terkikis, Ka'bah yang terletak di tengah masjid Haram dan menjadi arah sholat Muslim sedunia, semakin tenggelam oleh berdirinya gedung-gedung tinggi.

"Ini adalah akhir dari Makkah, " kata Irfan Ahmad dari London, pendiri Islamic Heritage Foundation, yang secara khusus aktivitasnya mempertahankan peninggalan-peninggalan bersejarah di Makkah, Madinah dan tempat-tempat ainnya di Arab Saudi.

"Sebelumnya, bahkan pada masa Ustmani, tak satu pun gedung-gedung di Makkah yang tingginya melebihi tinggi Masjid Haram. Sekarang, banyak gedung yang lebih tinggi dari Masjid Haram dan tidak menghormati keberadaan masjid itu, " tukas Irfan.

Uang, tentu saja menjadi motivasi utama boomingnya gedung-gedung tinggi di Makkah. Karena setiap tahun, kota itu dibanjiri oleh para jamaah haji. Papan-papan iklan di sepanjang jalan menuju Makkah, seolah menjadi daya tarik bagi para investor yang mencari keuntungan dari usaha penginapan.

Sejumlah organisasi Islam mengatakan, berdirinya gedung-gedung megah di kota Makkah, juga dilatarbelakangi motif agama. Mereka menuding pemerintah Saudi mengizinkan kelompok konservatif untuk menghancurkan tempat-tempat  bersejarah dengan alasan khawatir tempat itu justeru disembah-sembah oleh para pengunjung.

Ahmad dari Islamic Heritage Foundation mengaku punya kalatog lebih dari 300 tempat-tempat bersejarah di Arab Saudi, termasuk pemakaman dan masjid-masjid. Ia mengatakan, sebuah rumah tempat Nabi Muhammad dilahirkan dihancurkan untuk membangun tempat kamar mandi.

"Sama sekali tidak menghormati Kabah, tidak menghormati rumah Tuhan atau lingkungan dari tempat-tempat bersejarah itu, " kata Sami Angawi, seorang arsitek Saudi yang ingin mempertahankan peninggalan bersejarah di Makkah.

"Padahal, memotong pohon saja seharusnya tidak boleh dilakukan di kota ini, " sambungnya.

Kemajuan kadang memang harus dibayar mahal. Bahkan pasar malam, di mana para jamaah bisa menjual barang-barang yang dibawanya, kini sudah tidak ada lagi. Begitu juga dengan keluarga-keluarga di Makkah yang biasa menyambut para jamaah haji, sudah tidak terlihat lagi sejak rumah-rumah mereka digusur untuk perluasan Masjid Haram di era tahun 1970-an.

Angawi kini berusaha melakukan pendekatan pada kerajaan Arab Saudi agar memberi perhatian besar atas penghancuran tempat-tempat bersejarah. Ahmad melobi pemerintah-pemerintah negara Asia dan Arab untuk menghentikan penghancuran yang dilakukan pemerintah Saudi. Kedua tokoh ini menyayangkan kurangnya kepedulian umat Islam atas isu-isu ini. Kepentingan bisnis dan uang mengalahkan segala-galanya.

"Makkah tidak pernah berubah seperti sekarang ini. Apa yang anda lihat sekarang baru 10 persennya saja dari apa yang akan ada, yang akan jauh lebih, lebih buruk lagi, " kata Angawi risau. (ln/IHT/eramuslim)

Kisah Nabi Nuh

Kisah Nabi Nuh

Kaum atau bangsa pertama yang dibinasakan secara massal oleh Allah adalah kaum Nabi Nuh. Allah memusnahkan mereka dengan mendatangkan banjir besar yang menenggelamkan mereka. "Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)." (Surat Al-A'raaf ayat 64).

Menurut Perjanjian Lama, kitab suci orang Yahudi dan Nasrani yang sudah tidak asli itu, banjir zaman Nabi Nuh itu melanda seluruh dunia: Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia di bumi adalah besar, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya perbuatan jahat. Dan ini menjadikan Allah menyesali bahwa Dia telah menciptakan manusia di bumi, dan ini menyedihkan hati-Nya. Dan Tuhan berkata, "Aku akan membinasakah manusia yang telah Kuciptakan dari permukaan bumi, kedua jenis yang ada, manusia dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang mereka telah mengecewakan-Ku yang telah menciptakan mereka. Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8).

Namun menurut penyelidikan para ahli dalam kisah nabi Nuh, banjir yang terjadi saat itu tidak melanda seluruh dunia, melainkan hanya terjadi di daerah Mesopotamia (kini termasuk wilayah Iraq), khususnya di daerah lembah antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Namun karena lembah itu demikian luasnya sehingga ketika terjadi hujan super lebat berhari-hari, meluaplah kedua sungai itu lalu airnya menenggelamkan lembah di antara dua sungai tersebut. Demikian banyak airnya sehingga lembah itu berubah seperti laut lalu menenggelamkan seluruh ummat Nabi Nuh yang ingkar di lembah itu.

Pada tahun 1922 sampai 1934 Leonard Woolley dari The British Museum dan University of Pensylvania mempimpin sebuah penggalian arkeologis di tengah padang pasir antara Baghdad dengan Teluk Persia. Di tempat yang diperkirakan dulunya pernah berdiri sebuah kota bernama Ur, mereka melakukan penggalian.

Dari permukaan tanah hingga lima meter ke bawah terdapat sebuah lapisan tanah yang berisi berbagai benda yang terbuat dari perunggu dan perak. Ini benda-benda peninggalan bangsa Sumeria yang diperkirakan hidup sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi. Mereka bangsa yang telah dapat membuat benda dari logam.

Di bawah lapisan pertama itu mereka menemukan sebuah lapisan kedua berisi deposit pasir dan tanah liat setebal 2,5 meter. Pada lapisan itu masih terdapat sisa-sisa hewan laut berukuran kecil.

Yang mengejutkan, di bawah lapisan pasir dan tanah liat itu terdapat lapisan ketiga berisi benda-benda rumahtangga yang terbuat dari tembikar. Tembikar itu dibuat oleh tangan manusia. Tidak ditemukan benda logam satu pun di lapisan itu. Diperkirakan benda-benda peninggalan masyarakat Sumeria kuno yang hidup di Zaman Batu.

Diperkirakan oleh para ahli, lapisan kedua itu adalah endapan lumpur akibat banjir yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Banjir itu telah menenggelamkan masyarakat Sumeria kuno —yang kemungkinan besar mereka adalah kaum Nabi Nuh— lalu lumpur yang terbawa banjir itu menimbun sisa perabadan masyarakat tersebut seperti yang diceritakan dalam Al-Quran tentang kisah nabi Nuh. Berabad-abad, atau puluhan abad kemudian setelah banjir berlalu, barulah hadir kembali masyarakat baru di atas lapisan kedua itu, yakni masyarakat Sumeria 'baru' yang peradabannya jauh lebih maju daripada masyarakat Zaman Batu yang tertimbun lumpur itu.

Penyelidikan arkeologis di beberapa tempat mendapatkan keterangan, banjir melanda daerah yang memang sangat luas, yakni membentang 600 km dari utara ke selatan dan 160 km dari barat ke timur. Banjir itu telah menenggelamkan sedikitnya empat kota masyarakat Sumeria kuno, yakni Ur, Erech, Shuruppak dan Kish.

Terbukti, banjir itu tidak melanda seluruh dunia, tetapi hanya melanda wilayah yang didiami ummat Nabi Nuh. Daerah lain yang bukan wilayah ummat Nabi Nuh tidak terlanda banjir. Hasil penyelidikan para arkeolog tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran, bahwa Ia hanya membinasakan masyarakat suatu negeri yang telah diutus seorang Rasul kepada mereka, lalu mereka mengingkarinya. Negeri lain tidak. "Dan tidaklah Rabbmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman. (Surat Al-Qashash ayat59)

Dalam Al-Quran diriwayatkan, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk mengangkut masing-masing hewan sepasang (jantan dan betina) ke dalam bahteranya: Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (Surat Hud ayat 40).

Pertanyaan yang mungkin muncul, apakah seluruh hewan di muka bumi ini dinaikkan ke kapal Nabi Nuh? Para ahli kitab dari kalangan Kristen menafsirkan, seluruh hewan yang ada di muka bumi, masing-masing sepasang, dinaikkan ke kapal Nabi Nuh. Sebab, seperti dikatakan di awal, dalam kitab mereka dikatakan banjir terjadi secara global. Jadi yang harus diselamatkan pun harus seluruh spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.

Penafsiran seperti itu jelas membingungkan mereka sendiri. Pertama, pengikut Nabi Nuh sangat sedikit —karena kebanyakan mereka ingkar. Dengan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat rendah serta personil mereka yang sangat sedikit, bagaimana caranya mereka mengumpulkan ribuan atau ratusan ribu spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini?

Berarti harus ada pengikut Nabi Nuh yang dikirim ke berbagai penjuru dunia, lalu membawa pulang ribuan spesies yang mereka temui dengan bahtera yang sangat besar. Ada pengikut Nabi Nuh yang dengan sebuah bahtera besar dikirim kutub utara dan selatan untuk membawa sepasang beruang kutub, sepasang burung pelikan, sepasang anjing laut dan berbagai hewan kutub lainnya, lalu semua itu dibawa pulang negeri mereka.

Juga harus ada satu ekspedisi bahtera yang dikirim ke benua Amerika untuk membawa sepasang bison, sepasang harimau, sepasang beruang, sepasang ular anaconda, sepasang lintah, sepasang ikan piranha, sepasang sapi, sepasang cheetah, sepasan kambing, sepasang burung nasar, sepasang serigala, sepasang kutu anjing, serta sepasang ribuan spesies hewan lainnya dari benua itu.

Berapa tahun yang mereka butuhkan untuk dapat mengumpulkan semua hewan itu? Berapa banyak makanan hewan yang harus mereka siapkan? Bagaimana mereka bisa membedakan kutu jantan dan kutu betina? Ada berapa ribu kandang yang harus mereka siapkan di bahtera agar para hewan itu tidak saling memangsa?

Setelah sekian bahtera itu kembali pulang, ribuan atau ratusan ribu spesies hewan dari seluruh penjuru dunia itu dimasukkan ke dalam satu bahtera Nabi Nuh. Bagaimana ratusan ribu spesies dari berbagai penjuru dunia bisa bertahan hidup terpisah dengan habitat alamiahnya hingga banjir surut? Apakah sementara itu siklus rantai makanan berhenti berputar? Tidak mungkin!

Berbagai pertanyaan itu tidak akan dapat dijawab dengan logis oleh mereka yang mendukung tafsiran banjir global pada kisah Nabi Nuh.

Adapun Al-Quran tidak menyebut banjir masa Nabi Nuh melanda seluruh dunia. Sebagaimana dijelaskan pada berbagai ayat Al-Quran, adzab Allah hanya ditimpakan kepada kaum yang zhalim yang mendustakan ajaran nabinya, tidak kepada kaum lain. Jadi adzabnya pun hanya bersifat lokal atau regional.

Karenanya hewan yang diangkut Nabi Nuh pun tidak berasal dari seluruh dunia, melainkan hanya hewan yang terdapat di wilayah itu, khususnya hewan yang biasa dipelihara dan diternakkan manusia, seperti sapi, kambing, kuda, unggas, unta dan sejenisnya. Hewan-hewan itulah yang dibutuhkan Nabi Nuh dan pengikutnya untuk menyangga kehidupan baru mereka pasca banjir besar.

Jauhilah Perbuatan yang Meresahkan


Dari An Nawas bin Sam'an radhiallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, beliau bersabda: ''Kebajikan itu keluhuran akhlak sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya'' (HR. Muslim)


Dan dari Wabishah bin Ma'bad radhiallahu anhu, ia berkata: ''Aku telah datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, lalu beliau bersabda: 

'Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan?' Aku menjawab: 'Benar.' Beliau bersabda: 'Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati, dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.' ''(HR. Ahmad dan Darimi, Hadits hasan)



Sabda beliau ''Kebajikan itu keluhuran akhlak'', maksudnya ialah bahwa keluhuran akhlak adalah sebaik-baik kebajikan, sebagaimana sabda beliau ''Haji adalah Arafah''. Adapun kebajikan adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya menjadi baik, selalu berupaya mengikuti orang-orang yang berbuat baik, dan taat kepada Allah yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi.



Yang dimaksud dengan berakhlak baik yaitu jujur dalam bermuamalah, santun dalam berusaha, adil dalam hukum, bersungguh-sungguh dalam berbuat kebajikan, dan beberapa sifat orang-orang mukmin yang Allah sebutkan di dalam surah Al-Anfal:



''Orang-orang mukmin yaitu orang-orang yang ketika nama Allah disebut, hati mereka gemetar, dan ketika ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, iman mereka bertambah, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) mereka yang melaksanakan shalat dan mengeluarkan infaq dari sebagian harta yang Kami anugerahkan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar mukmin.'' (Al Anfaal: 2-4).


Dan firman-Nya:


''Orang-orang yang bertaubat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang mengembara (di jalan Allah), yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar, serta yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.'' (At Taubah: 112). 

Dan firman-Nya:



''Sungguh beruntung orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau terhadap budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari selain dari itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang diberikan kepadanya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yaitu) mewarisi (surga) Firdaus, mereka kekal di dalamnya.'' (Al-Mukminun: 1-10).


Dan firman-Nya:


''Hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih adalah mereka yang berjalan di atas bumi dengan rasa rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka menanggapinya dengan kata-kata yang baik.'' (Al-Furqan: 63).



Barang siapa yang merasa belum jelas mengenai sifat dirinya, maka hendaklah bercermin pada ayat-ayat tersebut. Dengan adanya semua sifat itu pada dirinya pertanda bahwa dia berakhlak baik. Sebaliknya, jika semuanya tidak ada pada dirinya pertanda dia berakhlak buruk. Bila terdapat sebagian saja, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh memelihara yang ada itu dan mengupayakan yang belum ada pada dirinya. Janganlah seseorang menganggap bahwa akhlak baik itu hanyalah bersifat lemah lembut kepada orang lain dan meninggalkan perbuatan-perbuatan keji dan doa saja, sebaliknya orang yang tidak seperti itu dianggap rusak akhlaknya. Akan tetapi, yang disebut akhlak baik yaitu seperti yang telah kami sebutkan mengenai sifat-sifat orang mukmin dan perilaku mereka. Termasuk akhlak baik adalah sabar menghadapi gangguan dalam menjalankan agama.



Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ada seorang Arab gunung menarik selendang sutera Nabi shalallahu alaihi wa salam sehingga membekas pada bahu beliau, dan orang itu berkata: ''Wahai Muhammad, serahkanlah kepadaku harta Allah yang ada di tanganmu.'' Kemudian Nabi shalallahu alaihi wasalam menoleh kepada orang itu, beliau kemudian tertawa dan menyuruh untuk memberi kepada orang itu. Sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam ''dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya'' maksudnya adalah perbuatan yang ditolak oleh hati nurani. Ini merupakan suatu pedoman untuk membedakan antara dosa dan kebaikan. Dosa menimbulkan keraguan dalam hati dan tidak senang jika orang lain mengetahuinya. Yang dimaksud dengan ''orang lain'' di sini adalah orang-orang baik, bukan orang-orang yang telah rusak akhlaknya. Demikianlah yang disebut dosa, karena itu tinggalkanlah perbuatan tersebut. 

Wallahu a'lam




Sumber: Syarah Hadits Arba'in An Nawawi, Ibnu Daqiq Al-'Ied, Media Hidayah














Memuliakan Wanita


Rabi  bin Khaitsam adalah seorang pemuda yang terkenal ahli ibadah dan tidak mau mendekati tempat maksiat sedikit pun. Jika berjalan pandangannya teduh tertunduk. Meskipun masih muda, kesungguhan Rabi  dalam beribadah telah diakui oleh banyak ulama dan ditulis dalam banyak kitab. Imam Abdurrahman bin Ajlan meriwayatkan bahwa Rabi  bin Khaitsam pernah shalat tahajjud dengan membaca surat Al Jatsiyah. Ketika sampai pada ayat keduapuluh satu, ia menangis. Ayat itu artinya, \" Apakah orang-orang yang membuat kejahatan (dosa) itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka. Amat buruklah apa yang mereka sangka itu! \" 

Seluruh jiwa Rabi  larut dalam penghayatan ayat itu. Kehidupan dan kematian orang berbuat maksiat dengan orang yang mengerjakan amal shaleh itu tidak sama! Rabi  terus menangis sesenggukan dalam shalatnya. Ia mengulang-ngulang ayat itu sampai terbit fajar. 

Kesalehan Rabi  sering dijadikan teladan. Ibu-ibu dan orang tua sering menjadikan Rabi  sebagai profil pemuda alim yang harus dicontoh oleh anak-anak mereka. Memang selain ahli ibadah, Rabi  juga ramah. Wajahnya tenang dan murah senyum kepada sesama. 

Namun tidak semua orang suka dengan Rabi . Ada sekelompok orang ahli maksiat yang tidak suka dengan kezuhudan Rabi . Sekelompok orang itu ingin menghancurkan Rabi . Mereka ingin mempermalukan Rabi  dalam lembah kenistaan. Mereka tidak menempuh jalur kekerasan, tapi dengan cara yang halus dan licik. Ada lagi sekelompok orang yang ingin menguji sampai sejauh mana ketangguhan iman Rabi . 

Dua kelompok orang itu bersekutu. Mereka menyewa seorang wanita yang sangat cantik rupanya atau bisa dibilang wanita tercantik. Warna kulit dan bentuk tubuhnya mempesona. Mereka memerintahkan wanita itu untuk menggoda Rabi  agar bisa jatuh dalam lembah kenistaan. Jika wanita cantik itu bisa menaklukkan Rabi , maka ia akan mendapatkan upah yang sangat tinggi, sampai seribu dirham. Wanita itu begitu bersemangat dan yakin akan bisa membuat Rabi  takluk pada pesona kecantikannya. 

Tatkala malam datang, rencana jahat itu benar-benar dilaksanakan. Wanita itu berdandan sesempurna mungkin. Bulu-bulu matanya dibuat sedemikian lentiknya. Bibirnya merah basah. Ia memilih pakaian sutera yang terindah dan memakai wewangian yang merangsang. Setelah dirasa siap, ia mendatangi rumah Rabi  bin Khaitsam. Ia duduk di depan pintu rumah menunggu Rabi  bin Khaitsam datang dari masjid. 

Suasana begitu sepi dan lenggang. Tak lama kemudian Rabi  datang. Wanita itu sudah siap dengan tipu dayanya. Mula-mula ia menutupi wajahnya dan keindahan pakaiannya dengan kain hitam. Ia menyapa Rabi , 

\" Assalaamu alaikum, apakah Anda punya setetes air penawar dahaga? \" \" Wa alaikumussalam. Insya Allah ada. Tunggu sebentar.\" Jawab Rabi  tenang sambil membuka pintu rumahnya. Ia lalu bergegas ke belakang mengambil air. Sejurus kemudian ia telah kembali dengan membawa secangkir air dan memberikannya pada wanita bercadar hitam. 

\" Bolehkah aku masuk dan duduk sebentar untuk minum. Aku tak terbiasa minum dengan berdiri.\" Kata wanita itu sambil memegang cangkir. Rabi  agak ragu, namun mempersilahkan juga setelah membuka jendela dan pintu lebar-lebar. Wanita itu lalu duduk dan minum. Usai minum wanita itu berdiri. Ia beranjak ke pintu dan menutup pintu. Sambil menyandarkan tubuhnya ke daun pintu ia membuka cadar dan kain hitam yang menutupi tubuhnya. Ia lalu merayu Rabi  dengan kecantikannya. 

Rabi  bin Khaitsam terkejut, namun itu tak berlangsung lama. Dengan tenang dan suara berwibawa ia berkata kepada wanita itu, \" Wahai saudari, Allah berfirman, \" Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. \" Allah yang Maha pemurah telah menciptakan dirimu dalam bentuk yang terbaik. Apakah setelah itu kau ingin Dia melemparkanmu ke tempat yang paling rendah dan hina, yaitu neraka?! 

\" Saudariku, seandainya saat ini Allah menurunkan penyakit kusta padamu. Kulit dan tubuhmu penuh borok busuk. Kecantikanmu hilang. Orang-orang jijik melihatmu. Apakah kau juga masih berani bertingkah seperti ini ?! 

\" Saudariku, seandainya saat ini malaikat maut datang menjemputmu, apakah kau sudah siap? Apakah kau rela pada dirimu sendiri menghadap Allah dengan keadaanmu seperti ini? Apa yang akan kau katakan kepada malakaikat munkar dan nakir di kubur? Apakah kau yakin kau bisa mempertanggungjawabkan apa yang kau lakukan saat ini pada Allah di padang mahsyar kelak?! \" 

Suara Rabi  yang mengalir di relung jiwa yang penuh cahaya iman itu menembus hati dan nurani wanita itu. Mendengar perkataan Rabi  mukanya menjadi pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat. Air matanya meleleh. Ia langsung memakai kembali kain hitam dan cadarnya. Lalu keluar dari rumah Rabi  dipenuhi rasa takut kepada Allah SWT. Perkataan Rabi  itu terus terngiang di telinganya dan menggedor dinding batinnya, sampai akhirnya jatuh pingsan di tengah jalan. Sejak itu ia bertobat dan berubah menjadi wanita ahli ibadah. 

Orang-orang yang hendak memfitnah dan mempermalukan Rabi  kaget mendengar wanita itu bertobat. Mereka mengatakan, \" Malaikat apa yang menemani Rabi . Kita ingin menyeret Rabi  berbuat maksiat dengan wanita cantik itu, ternyata justru Rabi  yang membuat wanita itu bertobat! \" 

Rasa takut kepada Allah yang tertancap dalam hati wanita itu sedemikian dahsyatnya. Berbulan-bulan ia terus beribadah dan mengiba ampunan dan belas kasih Allah SWT. Ia tidak memikirkan apa-apa kecuali nasibnya di akhirat. Ia terus shalat, bertasbih, berzikir dan puasa. Hingga akhirnya wanita itu wafat dalam keadaan sujud menghadap kiblat. Tubuhnya kurus kering kerontang seperti batang korma terbakar di tengah padang pasir. 

Sumber : Buku \" Di Atas Sajadah Cinta. Kisah-Kisah Teladan Islami Peneguh Iman dan Penenteram Jiwa - Habiburrahman El Shirazy \"

Waqfah di Awal Tahun 1428

Doa awal tahun

Oleh: Ibnu Jarir, Lc


Segala puji hanya bagi-Mu ya Allah, Engkau Maha membolak-balikkan hati hamba-hamba-Mu, kokohkan hati kami agar tetap dalam dien-Mu.

Cobalah berhenti sejenak, dari setumpuk aktivitas kita, dari sekian banyak pekerjaan kita, dari kepenatan pikiran kita, dari kesibukan yang terus memadat, seakan tiada henti.

Cobalah berhenti sejenak, sejenak saja. Cobalah sejenak untuk melupakan segala permasalahan yang tengah mendera. Lupakan sejenak. Lepaskan diri dari beban kepenatan itu.

Renungkan kembali hari-hari yang kita lalui. Renungkan. Rekam kembali apa yang telah kita lakukan selama ini. Rekamlah, lalu renungkan.apa yang kita cari sebenarnya dalam hidup ini? Apa yang kita kejar? apa yang kita buru? apa yang telah membuat kita puas? Apa yang telah membuat kita bahagia?

Mungkin di antara kita ada yang telah berhasil menggenggam dunia ini dengan kemegahan, kebanggaan, kepuasan, kenikmatan. Mungkin juga ada di antara kita yang masih harus bersusah payah untuk mendapatkannya. Terserahlah, siapa pun kita, apapun yang kita sandang hakikatnya adalah sama.

Segala yang kita miliki, yang kita sandang, tak lebih dari atribut kehidupan, itu semua sekedar ujian. Seberapa kita telah memanfaatkannya, menyalurkannya, mengaryakannya dan mendedikasikannya untuk panggung kehidupan duniawi ini.

Sungguh beruntung orang-orang yang hatinya selalu diiringi niat yang lurus. Merekalah orang-orang kaya yang tak pernah terlihat tumpukan hartanya, sederhana hidupnya, karena kekayaannya didedikasikan di jalan Allah dalam bentuk karya, yakni tertegaknya kebenaran dan kesejahteraan sesama.

Merekalah orang-orang miskin tapi tidak pernah miskin karena ikhtiarnya untuk lurus dan jujur tak pernah luntur, tetap berusaha dengan niat tulus, tidak luntur oleh gegap gempitanya keramaian zaman yang kian tidak karuan dan kezhaliman yang merajalela.

Niatan hati adalah penyuci kerja, kerja bukan lagi sekedar kesibukan, pelepas kewajiban pencarian nafkah ataupun perburuan materi, tetapi naik tingkatnya menjadi ibadah, pengabdian, keluhuran dan kemulyaan.

Niatlah motivator awal ketaatan ataupun pelanggaran terhadap rambu-rambu jalan hidup dan kehidupan yang mengarahkan kita pada apa yang hendak dicapai.

Mari kita mulai di awal tahun 1428 H ini dengan doa awal tahun dan kembali menata niat, agar eksistensi kita, kesalehan kita, di manapun dan kapan pun, dapat berdaya guna bagi kemaslahatan dan peradaban ummat, bagi pembangunan akhlak,…bagi seluruh aspek hidup dan kehidupan di hamparan alam fana ini dalam kontek rahmatan lil ‘alamin.

Masuk Islam lantaran celana dalam

Masuk Islam

Mungkin kedengaran aneh dan janggal. Hidayah memang bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Selama ini mungkin kita lebih sering mendengar masuk islamnya seorang non muslim kedalam islam di sebabkan hal-hal luar biasa dan penting. Seperti dokter Miller seorang penginjil Kanada yang masuk islam setelah menjumpai I’jaz Qur’an dari berbagai segi.Tapi yang ini benar-benar tidak biasa. Ya,…masuk islam gara-gara pakaian dalam!!

Fakta ini dikisahkan Doktor Sholeh Pengajar di sebuah perguruan Tinggi Islam di Saudi, saat ditugaskan ke Inggris. Ada seorang perempuan tua yang biasa mencuci pakaian para mahasiswa Inggris termasuk pakaian dalam mereka.

Suatu hari wanita tua ini menceritakan keheranannya selama bertugas pada Doktor Sholeh, perihal adanya pakaian dalam yang ‘aneh’. Ada beberapa pakaian dalam yang tidak berbau seperti mahasiswa umumnya, apa sebabnya? Maka ustadz ini menceritakan karena pemiliknya adalah muslim, agama kami mengajarkan bersuci setiap selesai buang air kecil maupun buang air besar, tidak seperti mereka yang tidak perhatian dalam masalah seperti ini. Betapa terkesan ibu tua ini dan tidak lama kemudian ia mengikrarkan syahadat, masuk islam dengan perantaraan pakaian dalam!!!

Di kutip dari : Majalah Al-Qawwam edisi 15, dzul qa’dah 1427 H Badiah, Riyadh.

Pandangan Islam Terhadap Ilmu


Terpisahnya Ilmu Agama dan Ilmu Umum dewasa ini dengan mudah dapat terlihat dari terpisahnya lembaga pendidikan agama dan pendidikan umum. Di Indonesia misalnya kita mengenal Pondok Pesantren atau PGA dan IAIN sebagai institusi yang mengajarkan ilmu agama, sedangkan SD, SMP, SMA dan Universitas sebagai institusi yang mengajarkan ilmu umum.

Islam sebetulnya tidak mengenal adanya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum, karena didalam Islam terdapat pola hubungan dan peranan yang saling terkait antara keduanya.

Ilmu menurut Islam tidak dapat dipisahkan dari sumbernya. Sumber ilmu tersebut adalah Al-'Alim (Maha Tahu) dan Al-Khabir (Maha Teliti). Hal ini dijelaskan dalam Al-Quranul Karim pada surat Al An'aam ayat 59: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).


Karena sumber ilmu itu adalah Allah dan karena La-khaliqa-illa-Allah, maka ilmu itu disampaikan kepada manusia melalui dua jalur. Jalur pertama, disebut sebagai Atthariqah Ar-rasmiah, yaitu jalur formal/resmi. Ilmu yang disampaikan melalui jalur ini adalah ilmu formal sering disebut sebagai revelation (wahyu). Karena ilmunya ilmu formal, maka pembawanya juga merupakan pembawa formal yaitu Ar-rusul (rasul). Objek dari ilmu formal ini disebut Al-ayat Alqauliyah yang redaksinya juga formal (tidak ditambahi/dikurangi atau dirobah). Tujuan dari ilmu formal ini adalah minhaj-ul hayah (Pedoman Hidup). Dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan : Kitab (Al-Quran) ini tiada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Karena sudah dijelaskan bahwa Al-Quran itu tiada keraguan didalamnya, maka nilai kebenaran yang dikandung oleh Al-Ayat-Alqauliyah ini adalah nilai Al-haqiqat Al-mutlaqah  (kebenaran mutlak).


Jalur kedua, disebut sebagai Atthariqah ghairu rasmiah (jalur informal). Pada jalur ini ilmu itu disampaikan melalui ilham (inspiration) secara langsung dan siapapun bisa mendapatkannya sesuai dengan iradat-Allah. Objek dari ilmu informal ini adalah Al-ayat Alkauniah dan tujuannya adalah wa sailul hayah (perbaikan sarana hidup). Adapun nilai kebenaran ilmu yang diperoleh pada jalur ini disebut sebagai  Al-haqiqah attajribiah (kebenaran eksperimental) atau empiris.

Walaupun jalur memperolehnya  berbeda namun pada dasarnya kedua jalur ini saling berkaitan satu dengan lainnya. Al-ayat Alqauliyah merupakan isyarat ilmiah terhadap Al-ayat Alkauniyah, sedangkan Al-ayat Alkauniyah merupakan Al-burhan (memperkaya penjelasan) terhadap Al-ayat Alqauliyah. Kedua jalur ini akhirnya bermuara pada kemaslahatan manusia.


Pada dasarnya Al-ayat-Alqauliyah yang tertera didalam Al-Quran sekurang-kurangnya memiliki 3 macam isyarat. 

Pertama, disebut isyarat ilmiah, yang memerlukan sikap ilmiah (riset) untuk mendalaminya. 

Kedua, disebut isyarat ghaibiyah (gaib), yang memerlukan sikap beriman untuk memahaminya. 

Dan ketiga, disebut sebagai isyarat hukmiyah (hukum) yang memerlukan sikap kesediaan untuk mengamalkannya. 

Kadang-kadang sering terjadi kerancuan dalam bersikap terutama dalam menangkap ketiga jenis isyarat tersebut. Misalnya isyarat hukmiyah ditanggapi secara ilmiah, contohnya larangan memakan babi. Sering kita terjebak dengan membuang-buang waktu untuk melakukan riset tentang babi ini dalam kerangka membuktikan larangan Allah tersebut. Yang jelas ada atau tidak ada hasil riset tentang babi itu larangan memakan babi itu tetap adanya. 

Begitu juga isyarat ghaibiyah. Walaupun sudah dijelaskan didalam Al-Quran bahwa tentang yang ghaib ini pengetahuan manusia terbatas pada apa yang disampaikan Allah didalam Al-Quran, tetapi masih ada orang yang mencoba melakukan riset (me reka-reka) tentang isyarat gahibiyah ini. Dan yang lebih parah lagi begitu banyaknya isyarat ilmiah di dalam Al-Quran, namun sikap ilmiah dalam memahami isyarat ini tidak muncul sehingga ummat Islam tertinggal dalam memahami Al-ayat Alkauniyah.

Demikianlah salah satu topik pembicaraan yang disampaikan oleh Bang Ihsan Tanjung tentang ilmu didalam Islam (yang terekam oleh penulis) sewaktu beliau berada di Pittsburgh.

Jika ada kekurangan ataupun penambahan dari yang aslinya, maka semua itu datang dari penulis sendiri.

Wabillahi taufiq wal-hidayah.

Wassalam,

(Chairil A. Said)


------------