Mengapa AS Tidak Mau Angkat Kaki dari Irak? Inilah Rencana Mereka

Perang Irak


eramuslim - Siapa bilang AS akan segera angkat kaki dari Irak? Setelah perang Irak negara Paman Sam ini ternyata malah membangun 'kerajaan' nya di tengah kota Baghdad. Dalam artikelnya yang dimuat di situs Antiwar.com, penulis Kevin Zeese mengungkap proyek pembangunan kompleks kedutaan besar AS di Irak.

Komplek kedubes itu meliputi areal seluas kurang lebih 46,46 hektar. Oleh Zeese, luas ini digambarkan, sepuluh kali lebih luas dari ukuran umum kedubes AS atau sama luasnya dengan ukuran 80 lapangan sepak bola atau hampir sama dengan luas kota Vatikan. Kompleks kedubes ini akan menandai dominasi AS di Timur Tengah dan sumber-sumber dayanya.

Di kompleks kedubes AS itu akan dibangun menara-menara yang menghadap ke sungai Tigris, mirip benteng-benteng yang dibangun secara modern. Kompleks tersebut akan dilengkapi dengan sumber listrik dan sumber air sendiri, terletak tepat di jantung kota Baghdad. Atas pembangunan kompleks kedubes AS ini, Zeese menulis, jika anda berfikir bahwa AS sedang merencanakan untuk meninggalkan Irak, kedubes baru ini seharusnya memperjelas bahwa AS berkata 'Kami Tetap di sini!'

Pembangunan gedung-gedung tinggi di komplek kedubes AS di Baghdad, hanya salah satu dari indikasi kuat bahwa AS tidak pernah punya keinginan untuk angkat kaki dari Irak. Presiden AS George W. Bush sudah menyatakan bahwa AS akan berada di Irak sampai masa jabatannya sebagai presiden habis. Lebih dari itu semua, selain membangun kompleks kedubes yang besar, AS juga sedang membangun basis-basis militer 'permanen' di Irak. Meski AS menolak penggunaan kata 'permanen' seperti juga untuk basis-basis militer yang mereka bangun di Jerman dan Korea. AS lebih senang menyebutnya sebagai 'basis-basis jangka panjang' atau 'basis operasi darurat' Pihak AS lebih menyukai istilah-istilah itu dibandingkan istilah 'permanen' untuk menghindari makin meningkatnya sikap anti AS di Irak.
Kepala Deuti Operasi Koalisi di Irak, Bridagir Jenderal Mark Kimmitt pada Chicago Tribune pada Maret 2004 mengungkapkan, "Ini merupakan cetak biru dari bagaimana kita beroperasi di Timur Tengah."

Zoltan Grossman, seorang ahli geografi di Evergreen State College di Olympia, Washington pada Christian Science Monitor mengatakan, sejak runtuhnya tembok Berlin pada 1989, AS sudah membangun 35 basis-basis militernya yang baru, yang membentang dari Polandia sampai Pakistan, tidak termasuk basis-basis militer di Irak. Menurut Grossman, AS sedang membangun 'lingkaran pengaruh' nya di wilayah itu.

Christian Science Monitor juga melaporkan bahwa Joseph Gerson, penulis buku The Sun Never Sets: Confronting the Network of Foreign US Militery Bases, mengatakan bahwa perang dan basis-basis militer ditujukan untuk membangun kontrol AS terhadap Timur Tengah karena sumber-sumber minyaknya yang besar.

Rencana itu membutuhkan pembangunan fasilitas-fasilitas jangka panjang di Irak. Basis-basis militer tersebut dilengkapi dengan barak-barak dan kantor yang dibangun dengan bahan bangunan yang permanen, dan bukan dari logam atau hanya membuka tenda-tenda belaka. Bangunan basis-basis militer itu didisain agar tahan dari serangan mortir. Dana awal yang disediakan untuk pembangunan itu berjumlah 82 milyar dollar yang masuk dalam anggaran tambahan, yang telah disetujui oleh Kongres pada Mei 2005.

Rencana AS Bangun Basis Militer Permanen di Irak
Christian Science Monitor dalam laporannya pada April 2006 ini menulis, "Pentagon lebih senang mempertahankan basis-basisnya di Irak. Pentagon telah menghabis 1 milyar dollar lebih untuk keperluan itu. Basis-basis militer tersebut dilengkapi dengan bunker-bunker di bawah tanah dan kelengkapan lainnya seperti halnya karakteristik sebuah basis militer yang dibangun untuk untuk keperluan jangka panjang. Beberapa basis Irak sangat-sangat besar, misalnya Camp Anaconda di utara Baghdad. Luasnya mencapai 15 mil persegi dilengkapi dengan dua kolam renang, ruang gimnastik, lapangan golf mini sebuah bioskop kecil. Dana darurat sebesar 67,6 milyar dollar disiapkan untuk membiaya militer AS di Irak dan Afghanistan, termasuk di antaranya 348 juta dollar untuk pembangunan basis-basis lain."

Global Security Watch dalam laporannya yang dirilis 23 Maret 2004 lalu menyebutkan, "Diterima laporan bahwa para insinyur AS memfokuskan diri pada pembangunan 14 basis dengan kamp-kamp bagi ribuan pasukan AS yang ditugaskan di Irak untuk jangka waktu minimal dua tahun. AS berencana untuk melakukan operasi dari bekas basis-basis militer Irak di Baghdad, yaitu Mosul, Taji, Balad, Kirkuk dan area-area di dekat Nasiriyah, Tikrit, Fallujah dan antara Irbil dan Kirkuk serta... menambah lapangan terbang di Baghdad dan Mosul...."

Pembangunan basis-basis militer di Irak membutuhkan anggaran yang sangat mahal bahkan jika AS mengurangi pasukannya menjadi 50.000 orang atau setengah dari jumlah pasukan AS yang ada di Irak sekarang. Anggaran tahunannya akan mencapai antara 5 milyar sampai 7 milyar per tahun. Hal itu telah diperkirakan oleh Gordon Adams, Direktur Security Policy Studies di George Washington University.

Baru-baru ini, anggora parlemen AS menggelar voting untuk menentang kehadiran basis militer permanen AS di Irak. Apa yang akan terjadi selanjutnya setelah voting ini akan menunjukkan apakah hasil voting itu hanya sebagai simbol satu tahun parlemen saja atau memang persoalan basis militer AS di Irak ini merupakan hal yang serius bagai parlemen AS.

Atas rencana-rencana AS di Irak, Presiden Bush mengklaim bahwa AS hanya berencana untuk tinggal di Irak 'sepanjang dianggap penting dan tidak akan lebih satu hari pun.'. Pada 17 Februari 2005, Menlu AS yang waktu itu masih dipegang Donald Rumsfeld di hadapan Kongres mengatakan, "Saya bisa meyakinkan anda bahwa kami tidak punya niat pada saat ini untuk membuat basis-basis permanen di Irak." Pernyataan Rumsfeld ini sangat sulit untuk dipercaya karena ternyata pada bulan Mei, Kongres melakukan voting bagi pendanaan awal pembangunan basis-basis AS untuk jangka panjang di Irak dan kini pembangunan itu sedang berlangsung.

Joost Hiltermann dari Internasional Crisis Group mengungkapkan, salah satu alasan mereka menginvasi, sejauh yang saya ungkapkan, karena mereka merasa perlu mengubah operasi militer mereka dari Saudi, dan Irak sebagai salah satu negara besar, kemungkinan merupakan negara yang paling mudah untuk mendukung kehadiran mereka di Teluk."

Ide bahwa AS ingin tukar tempat dari Arab Saudi ke Irak, di kemudian hari terbukti dari ungkapan deputi pertahanan AS Paul Wolfowitz dalam wawancara dengan Vanity Fair pada 2003. Ia mengatakan, "Kita sekarang bisa memindahkan hampir semua kekuatan dari Arab Saudi. Kehadiran mereka di sana selama lebih dari 12 tahun telah menjadi sumber kesulitan yang besar bagi pemerintah Arab Saudi dan menjadi alat rekrutmen yang besar bagi Al-Qaidah.

Masih banyak lagi laporan-laporan yang makin menguatkan ambisi AS di Irak, khususnya Timur Tengah. New York Times dalam laporannya pada 20 April 2003 mengungkap rencana AS untuk menjalin kerjasama militer jangka panjang dengan pemerintah Irak, yang mau memberikan akses pada Pentagon untuk membangun basis-basis militer dan proyek-proyek AS lainnya yang berpengaruh di wilayah itu.

Mei 2005, Washington Post melaporkan rencana konsolidasi pasukan AS di Irak ke dalam empat basis udara AS yaitu Talil di selatan, Al-Asad di Barat, Balad di tengah dan Irbil atau Qayyarah di utara. Masing-masing basis memberikan dukungan pada tim brigade tempur AS bersama-sama dengan tim angkatan udara dan personil pendukung lainnya.

Januari 2005, dilaporkan bahwa Pentagon membangun sistem komunikasi militer yang permanen di Irak. Cental Iraq Microwave System memiliki 12 menara komunikasi di seluruh Irak, dilengkapi dengan kabel serat optik yang menghubungkan Camp Victory dengan basis-basis koalisi lainnya di Irak. AS juga punya rencana untuk merenovasi dan memperluas lapangan-lapangan udara di Baghdad dan Mosul, serta membangun kembali jalan-jalan utama sepanjang 70 mil yang menjadi akses pasukan AS ke utara.

Semua infrastruktur itu dibangun untuk keperluan keberadaan militer AS di Irak dalam jangka waktu lama dan untuk kepentingan perang irak. Kecuali AS sudah lelah untuk mengeluarkan biaya tinggi untuk menduduki Irak-saat ini, AS mengeluarkan dana sebesar 10 milyar dollar perbulan untuk membiayai penjajahannya di Irak-atau rakyat Irak mampu memaksa AS untuk angkat kaki dari bumi Irak, sepertinya Baghdad akan menjadi pusat operasi bagi kehadiran AS di Timur Tengah. AS akan duduk di singgasana dunia dan menghisap sumber-sumber minyak di wilayah itu. (ln/antiwar.com)

No comments: