Dari Tajnis al-Nabat, Ilmu Botani Berkembang


Tanaman Obat


Tesis Silberberg yang memuat 400 diskripsi tentang tanaman hanya mewakili sebagian kecil saja saja karya Dinawari, karena hanya menelaah dua dari enam kitab yang tersisa.

Dari sekian banyak ilmuwan yang menguasai botani, salah satu karya paling populer dalam sejarah sains adalah buku berjudul Tajnis al-Nabat (Book of Plants) atau Risalah Tumbuhan. Sebagian kalangan menyebutnya sebagai Enskilopedi Botani, mengingat kelengkapannya dan begitu banyaknya deskripsi tanaman termasuk tanaman hias dan tanaman obat yang termuat dalam buku ini.

Buku ini ditulis oleh ilmuwan Muslim bernama Abu Hanifa Al-Dinawari. Tajnis al-Nabat bukan hanya berisi identifikasi jenis tanaman, namun juga berisi hal-hal yang lebih spesifik lainnya, seperti penjelasan berbagai jenis tanah, karakteristiknya, mana yang bagus untuk ditanami, termasuk sifat dan kualitasnya.

Dalam buku yang terdiri dari enam jilid ini -- sayang yang tersisa hanya dua -- Dinawari juga menggambarkan proses evolusi tanaman sejak masa hidupnya hingga kematiannya. Termasuk di dalamnya fase pertumbuhan dan bagaimana mereka memproduksi bunga dan juga buah-buahan. Dinawari juga meneliti berbagai jenis tanaman hasil panen, seperti gandum, anggur dan juga kurma.

Mengacu pada para pendahulunya, Dinawari juga menjelaskan berbagai jenis pepohonan, daerah pegunungan, dataran, dan juga gurun. Buku -buku ini juga memuat pengetahuan modern dengan memuat jenis tanaman yang berbau harum, jenis kayu-kayuan, tanaman yang biasa digunakan untuk pewarnaan kain, dan khasanah lain menyangkut dunia botani.

Karya Dinawari semakin terkenal setelah seorang ilmuwan Jerman bernama Silberberg membuat tesis yang materinya diangkat dari buku karya Dinawari. Tesis yang di buat di Breslau tahun 1908 ini memuat deskripsi 400 jenis tanaman yang diangkat dari Ensiklopedi Botani-nya Dinawari.

Meski memuat deskirpsi ratusan jenis tanaman, namun tesis Silberberg ini hanya mewakili sebagian kecil atau dua buku yang tersisa, dari enam buku yang dibuat Dinawari. Abu Hanifa Al Dinawari merupakan ilmuwan Muslim asal kota Dinawar, sebuah daerah di barat laut Kermanshah -yang kini bernama Iran. Ia lahir di tahun 815.

Seperti banyak ilmuwan Muslim lainnya, ilmuwan yang dikenal dengan sebutan Al-Dinawari ini juga menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Bukan hanya seorang ahli tanaman, Al-Dinawari juga seorang sejarawan, astronom, geografer, dan ahli matematika. Ia juga ahli bahasa serta seorang sastrawan yang sering membuat puisi.

Meski lahir di Dinawar, Iran, namun Al-Dinawari menghabiskan sisa hidupnya tinggal di Andalusia, Spanyol, yang memang menjadi pusat ilmu pengetahuan di zamannya. Namun sebelum menetap di Andalusia, Dinawari besar dan belajar di Iran. Ia mempelajari astronomi, matematika dan mesin di Isfahan, sementara ia belajar ilmu bahasa atau filologi serta puisi di Kuffah dan Basrah.

Tak hanya biologi

Selain Ensiklopedi Botani yang terkenal, Dinawari juga menulis beberapa buku lainnya, antara lain di bidang matematika dan astronomi. Sayangnya buku-buku ini musnah tidak terselamatkan.

Karya yang lain yang tersisa adalah buku tentang sejarah Iran yang berjudul Al Akhbar At Tiwal. Sebagian kalangan juga menyebut bahwa ia termasuk salah satu orang yang menulis tentang sejarah nenek moyang orang Kurdi dalam buku berjudul Ansb al-Akrd atau Nenek Moyang Bangsa Kurdi.

Namun dalam bidang biologi, khususnya botanilah, nama Dinawari dicatat dengan tinta emas. Bersama ilmuwan Muslim lainnya, Al-Dinawari memberikan kemajuan besar dalam bidang botani. Hal ini membuat perkembangan holtikultura hingga tingkat yang sangat tinggi untuk memberikan kesejahteraan bagi umat manusia.

Selain mengklasifikasi berbagai jenis tanaman, mereka juga melakukan penelitian mendalam dan menemukan perbedaan seksual diantara tanaman. Mereka juga mengklasifikasi tanaman berdasarkan cara tumbuhnya, baik yang tumbuh dari biji-bijian, atau yang distek/dicangkok, dan juga yang tumbuh sendiri seperti tanaman liar. Berkat kontribusi mereka inilah, berbagai jenis sayuran, buah-buahan, dan tanaman lainnya bisa didapatkan di seluruh penjuru Spanyol setiap saat.

Kontribusi Al-Dinawari dan banyak ilmuwan Muslim lainnya membuat perkembangan ilmu ini mencapai puncaknya di abad ke-12. Bisa dikatakan abad itu merupakan puncak kejayaan ilmu botani di zamannya. Bahkan di masa itu ilmu ini menjadi cabang ilmu yang independen dan mencapai status sebagai ilmu akademis tersendiri.

Abad ini juga menjadi abad keemasan bagi ilmuwan botani Islam dengan ilmuwan seperti Ibnu Rumiyya, Ibnu Baytar, Al Ghafiqi, Ibnu Al-Awwam, Al Dinawari, Ibnu Bajja, dan Al Biruni. Karena kontribusinya ini, Al-Dinawari dan beberapa ilmuwan Muslim di antaranya dikenal sebagai ilmuwan botani terbesar dari masa pertengahan.

Seorang ilmuwan Barat, G Sarton, menyatakan bahwa perkembangan pertanian dan hortikultura merupakan salah satu harta warisan paling berharga dari umat Islam dan merupakan salah satu bukti kejayaan Muslim Spanyol. Mereka tidak menghabiskan waktu sia-sia dalam perkembangan ilmu ini, dan mencapai hasil pertanian yang sangat menggembirakan dengan mempelajari karakter tanah, namun juga memperlajari teknik bercocok tanam untuk berbagai jenis tumbuhan.

Berbekal ilmu yang dimiliki, mereka membagi pengalaman dan ilmunya di berbagai tempat, termasuk di masjid dan pasar-pasar. Inilah yang menjadi alasan kenapa kemudian karya-karya ini bisa ditemukan dalam berbagai bahasa seperti Arab, Berber, Yunani dan Latin. Mereka juga tak lupa menuliskan hasil-hasil karya mereka, sehingga buku-buku penemuan ini kemudian tersebar luas dan tersedia di setiap perpustakaan di seluruh Spanyol.

sumber  republika

No comments: