Rockefeller, ExxonMobil, dan Blok Cepu

minyak bumi



Ungkapan  Kolonel Potts tahun 1888, bahwa jika salah satu dari tiga sektor   utama  bisnis  minyak,  yaitu  produksi,  distribusi, dan pemasaran, dikuasai, maka dua sektor lain akan dikuasai pula, telah menjadi  sumber  inspirasi  bagi John D Rockefeller dalam mengelola perusahaannya,  Standard  Oil, yang merajai bisnis perminyakan pada awal abad ke-20.

Nama   Standard  Oil  sekarang  sudah  tidak  ada,  tetapi  jelmaan perusahaan  minyak raksasa Amerika itu masih tetap menguasai bisnis pengolahan minyak bumi yang  menentukan dinamika  politik  dan  perekonomian dunia hingga sekarang.

Rockefeller  pantas  bersumpah serapah ketika dikenai undang-undang antimonopoli  (Antitrust  Act) oleh Pemerintah Amerika Serikat pada tahun  1911  sehingga dia terpaksa memecah perusahaannya menjadi 35 buah, yang kebanyakan dengan nama singkatan SO, seperti SOHIO untuk Ohio,  SOCONY  untuk  New  York, Esso yang kemudian berubah menjadi Exxon, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan pecahan itu di kemudian hari  mengalami  merger  lagi,  seperti  Exxon  dan Mobil (gabungan SOCONY dan Vacuum Oil) menjadi ExxonMobil pada tahun 2000.

Rockefeller   hingga   anak keturunannya  sampai  sekarang  telah menguasai ketiga sektor bisnis minyak secara keseluruhan di seluruh dunia,  termasuk di Indonesia, yang 90 persen lebih produksi minyak mentahnya dikuasai asing.


Menguasai transportasi

Rockefeller  memulai  bisnisnya  di  Cleveland,  Ohio,  pada  akhir 1800-an  dengan  menyewakan  ratusan  truk tangki pengangkut minyak mentah  kepada  perusahaan pengeboran minyak dari sumur minyak yang baru  ditemukan saat itu. Perusahaan Rockefeller, Union Tanker Car, yang  memiliki  paten  desain  truk tangki  (seperti yang sekarang digunakan  Pertamina  untuk mengangkut BBM), menguasai transportasi minyak  mentah  dari  lokasi  pengeboran  di  daerah Ohio ke tempat pengilangan minyak di New York.

Rockefeller  sebenarnya  bukanlah  seorang  ahli  perminyakan. Dia hanyalah  menyewakan  truk  tangki  dan  memperoleh keuntungan dari membeli   ladang   minyak  dan  kilang  minyak  dengan  harga  yang dipaksakan. Hal itu baru ketahuan setelah beberapa dekade kemudian.

Truk  tangki  buatan  Union  Tanker Car menjadi mesin uang saat itu menggantikan  truk  bak  terbuka  dari  kayu,  yang  banyak dipakai sebelum  tangki  minyak  ditemukan. Beberapa bulan setelah produksi dan  pengangkutan mulai berjalan, dan setelah perusahaan-perusahaan pengilangan   minyak  baru  selesai  membangun  kilang  baru  untuk menampung  aliran  minyak  yang  melimpah, Union Tanker membatalkan kontrak  penyewaan  angkutan tangkinya. 

Karena tidak ada perusahaan penyewaan  lain,  dalam  beberapa bulan setelah melakukan investasi besar-besaran  banyak  perusahaan pengeboran dan pengilangan minyak yang   terancam   mengalami   kebangkrutan.   Kemudian  Rockefeller mendatangi perusahaan-perusahaan yang dalam kondisi sekarat itu dan membelinya  dengan harga yang sangat murah melalui lembaga keuangan Standard Oil.

Antara tahun 1900-1910 Standard Oil menguasai hampir seluruh ladang minyak  di  California,  Texas,  Arkansas,  NewJersey,  Ohio, dan beberapa  negara  bagian lain. 90 persen bisnis minyak Amerika saat itu berhasil dimiliki atau dikuasainya.

Untuk  menghadapi  undang-undang  antimonopoli  Pemerintah Amerika, Rockefeller kemudian   mengambil  sebagian  besar  asetnya  untuk membentuk  12  bank,  yang  kemudian  disebut  Federal Reserve (The Feds),  pada  tahun  1911.  Dua tahun kemudian dia berhasil menjual ke-12  bank  itu  kepada  Kongres Amerika. Sejak tahun 1913 seluruh pajak  negara  dibayar  melalui  bank  swasta  dalam sistem Federal Reserve.

Dengan   demikian,   meskipun  Standard  Oil  telah  dipecah-pecah, Rockefeller  masih  tetap  menguasai aset yang cukup untuk mendikte permainan  politik  Amerika  dan  dunia  selama abad ke-20. Menurut Marshall  Douglas  Smith  dalam tulisannya yang berjudul Black Gold Hot  Gold (2001), perpolitikan dunia selama abad ke-20 sarat dengan skandal  minyak.  Dikatakan,  Perang Dunia I dan II tidak lain juga hasil  konspirasi  Standard Oil bersama Shell dan British Petroleum (BP)  untuk membagi-bagi peta ladang minyak dunia. Shell dan BP Oil sendiri  juga  merupakan perusahaan hasil merger atau telah diambil alih asetnya oleh pecahan perusahaan Standard Oil.

Perang  Irak  tidak  lain  juga  merupakan sandiwara para pengusaha minyak  raksasa multinasional. Majalah The Observer, yang terbit di London,  menulis  pada tanggal 26/1/2003, ChevronTexaco kemungkinan akan   melaporkan  kenaikan  sebesar  300  persen.  Chevron  pernah merekrut hawkish Condoleezza Rice,Penasihat Keamanan Nasional Bush (sekarang  Menlu  AS),  sebagai  salah  seorang  anggota komisaris. Chevron  sendiri  awalnya  juga merupakan gabungan dari dua pecahan perusahaan Standard Oil, yaitu Standard Oil California dan Standard Oil Kentucky.

Blok Cepu

Ceritanya  beralih pada kasus Blok Cepu yang melibatkan ExxonMobil,yang  merupakan  penjelmaan  Standard Oil 100 tahun yang lalu. Blok Cepu  awalnya  diusahakan  oleh  PT Humpuss Patra Gas (HPG) melalui technical assistance contract (TAC) dengan Pertamina. Dengan alasan tidak  memiliki pendanaan yang cukup untuk mengeksploitasi cadangan minyak  di blok itu, HPG kemudian melepas 49 persen sahamnya kepada Ampolex  pada  tahun  1997.  Ampolex  adalah perusahaan minyak yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh ExxonMobil.

Kontrak TAC HPG kemudian berubah menjadi TAC plus karena melibatkan investor asing.  Menurut  Kepala  Badan Pengelolaan dan Pengawasan Kontraktor  Asing  (BPPKA)  PT  Pertamina Zuhdi Pane (Kompas, 28/2/2006),   pelibatan   investor  asing  dalam  TAC  sebenarnya  tidak diperbolehkan  secara  peraturan  perundang-undangan.  Akan tetapi,pihak Ampolex melakukan pendekatan  terhadap pemerintah Soeharto untuk diloloskan.

Dalam perkembangannya kemudian, Mobil Oil mengambil alih 100 persen saham  Humpuss  di  Cepu melalui Ampolex dan kemudian merger dengan Exxon  menjadi  ExxonMobil.  Setelah  selesai  kontrak  tahun 2010, semestinya  Blok  Cepu 100 persen menjadi milik Pertamina. Padahal, dengan  berlakunya  UU  Migas  22/2001,  TAC  yang  ada tidak boleh diperpanjang lagi (Petroleum Report 2003, US Embassy).

Kenapa  pihak ExxonMobil ngotot untuk mengambil alih Blok Cepu dari PT HPG dan ingin memperpanjangnya hingga 30 tahun?

Cadangan  prospektif Blok Cepu di kedalaman kurang dari 1.700 meter mencapai   1,1  miliar  barrel,  sedangkan  cadangan  potensial  di kedalaman di atas 2.000 meter diperkirakan 11 miliar barrel yang merupakan cadangan minyak indonesia terbesar. Dengan demikian, Blok Cepu mengandung cadangan minyak terbesar yang pernah ditemukan  di  Indonesia  melampaui  cadangan  minyak  di Indonesia secara  keseluruhan, yang diperkirakan selama ini hanya sekitar 9,7 miliar  barrel.  Pihak ExxonMobil sudah barang tentu mengetahui hal ini.  Adakah ExxonMobil lewat lobinya ke Pemerintah AS ikut menekan Indonesia hingga terjadi amandemen UUD 1945?

Tanggal  19  Mei  2003  majalah  Time  menulis,  Selama  lebih dari setengah  abad, politik luar negeri AS yang berkaitan dengan minyak secara  tipikal  selalu  manipulatif  atau menyeleweng. Pola intrik yang  dilancarkan  AS  mulai  dari  penulisan  undang-undang secara rahasia   hingga   bentuk   pelengseran  sebuah  pemerintahan  yang mempunyai   tingkat   kebebasan   terlalu  tinggi  dalam  menangani penjualan minyaknya.

Menurut  Marshall  Douglas Smith juga, sebanyak 38 presiden Amerika terakhir  seluruhnya  adalah orang Standard Oil kecuali satu, Jimmy Carter.

Kontroversi Blok Cepu bukanlah pengecualian dari bentuk pola bisnis yang  dikembangkan  oleh  ExxonMobil. Sungguh ironis, para pemimpin nasional kita menolak penguasaan Blok Cepu oleh bangsanya sendiri sehingga cadangan minyak indonesia dikuasai oleh asing.
  


(Rabu, 08 Maret 2006)

No comments: