AHLUL BAIT (5/6)


Ahlul Bait




"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman AMAT SANGAT CINTANYA kepada Allah." ( Al Baqarah: 165)

Seorang yang beriman sejak memproklamirkan bahwa tiada ilah (ilah dapat berma'na 'yang dicintai') selain Allah dan beriltizam (commit) sepenuh daya akan proklamasi diri ini, maka Allah telah ditempatkan dan menempati tiang tertinggi cintanya. Mahabbatullah (cinta akan Allah) memenuhi seluruh rongga dada dan merah hatinya. Dari sanalah diturunkan rasa cinta kepada RasulNya, orang-orang beriman, sanak keluarga dan para kerabat.

Rasa cinta itu demikian bersangatan, AMAT SANGAT, mengalahkan cintanya kepada anak dan istri, perniagaan yang dikhawatirkan kerugiannya. Cinta, harap dan takut kepada Rabb Yang meciptakan dirinya, yang memberinya rizki dan pertolongan. Lalu rasa takut cinta tak diterimaNya akan menambah-nambah rasa cinta itu. Sehingga seorang mu'min amat sangat cintanya kepada Allah dan hasrat yang besar untuk bertemu denganNya. Refleksi cinta adalah tunduk-patuh, menurut, taat akan perintah Allah dan menjauhkan segala laranganNya.

Mahabbatullah tidak cukup sekedar di mulut lalu menyepi, menyendiri dan hanya melaksanakan ibadah mahdoh (khusus) belaka tanpa melihat kondisi kaum Muslimin yang merealitas. Rasa cinta kepada Allah tidak cukup dengan hanya menjadi seorang abid (akhli ibadah) dan lari dari kenyataan yang menimpa kaum Muslimin. Tak cukup dengan beribadah sendirian lalu ingin masuk surga sendirian. Mahabbatullah bukanlah melulu dengan dzikir lisan sampai ludah penuh membasahi tikar dan mengeringkan tenggorok, lalu mengaku wahdattul wujud (bersatu dengan Allah) atau mengaku menjadi Allah. Rasa cinta kepada Allah tidak cukup dengan itu semua, sama sekali tidak cukup, apalagi di saat kaum Muslimin tertindas, hak-haknya terampas, dipermalukan dan dihinakan.

Rasa cinta yang benar adalah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, tauhiddul uswah, dijalankan oleh generasi terbaik umat ini, para awwalun Muslimin. Rasa cinta yang meresap pada setiap gerak bibir, yang membasah dalam setiap tetes keringat, yang mengental dalam setiap merah darah tubuh yang terluka, yang mengendap bersama ruhhul jihad, yang memancar bersama denting pedang, helaan tali kekang kuda, dan luncuran anak panah. Rasa cinta yang merealitas, rasa cinta yang mewujud dan bukan sekedar angan-angan egoisme dalam penyendirian. Rasa cinta yang muncul dari segenap daya dan bukan melulu kata-kata dan sebatas kata-kata percintaan sufistik.

Cinta akan Allah mewujud dalam upaya menegakkan kalimatNya, membangun qiyadah (kepemimpinan) yang memuliakanNya, membangun kesatuan yang mengangkat izzah (kebanggaan) kaum Muslimin, merebut kembali hak-hak kaum Muslimin yang terampas, membebaskan negeri-negeri Muslim yang terjajah, membebaskan penyembahan manusia atas manusia, penyembahan manusia atas materi dan kekuasaan, penyembahan manusia atas nafsu syahwat lalu mengukuhkan tugas suci sebagai khalifah fil ardh, memainkan peran untuk memberi rakhmattan lil'alamiin. Mahabbatullah mestilah mengambil bentuk dalam amal jama'i, amar ma'ruf nahi munkar.

Inilah cinta kepadaNya, cinta yang hidup, cinta yang mewujud, cinta yang realistis, cinta yang mengental dalam akhlaq islami, cinta yang melandasi setiap sikap cinta kepada mahluk, sikap yang melandasi cinta kepada kaum Muslimin, ahlul bait Rasulullah, cinta yang dicontohkan oleh manusia teladan, Muhammad SAW.

Hasbunallah wa ni'mal wakiil.

Wassalam,
abu zahra
    
bersambung (6/6).

No comments: