Hukum nikah siri

Hukum ikah siri


Nikah siri adalah sebuah istilah untuk sebuah pernikahan yang dilakukan tanpa melakukan pencatatan secara administrasi di Kantor Pemerintah. Bagai jamur dimusim penghujan pernikahan siri ini mulai merebak  ditengah-tengah  masyarakat kita. Sepertinya menjadi jawaban untuk menghalalkan hubungan badan dan membebaskan nurani dari pernyataan " Dari pada Zinah?!". Ini bisa terjadi karena hukum nikah siri yang tidak jelas.

Celakanya dari sudut pandang Ilmu Fiqh tidak ada ulama atau teori yang melarangnya, karena rukun nikah tidak mencantumkan pencatatan negara sehingga hukum nikah siri menjadi tidak mutlak. Membebaskan Nikah siri dengan mutlak akan membuat pernikahan menjadi turun derajatnya menjadi ( maaf ) "kumpul kebo islami".

Seharusnya diperbolehkannya nikah siri hanya untuk kasus-kasus tertentu seperti daerah yang terisolir, kondisi perang atau gangguan keamanan serta kondisi-kondisi tertentu lainnya dimana logika dan nurani bisa menjawab alasan tersebut sesuai.

Melarang Nikah siri pun sebuah kemustahilan. Karena kita tidak bisa mengharamkan apa yang sudah dihalalkan Allah. Kita hanya bisa mengambil tafsir dalil. Kalaulah ada, tidak secara tekstual pelarangan dalil tersebut.

Salah satu tujuan pernikahkan sebenarnya untuk menghilangkan fitnah, anjuran i'lan ( mengumumkan ) pernikahan adalah sebuah keharusan. Menutupi pernikahan adalah sebuah paradoks. Sesuatu yang aneh, nikah tapi diem-diem ( Jangan bilang siapa-siapa ). Adapun dampak yang pertama adalah anak di mana hak-haknya menjadi tidak terjaga secara hukum dan ini akan mempersulit si anak dikemudian hari. Sedangkan yang kedua adalah para wanita, sama halnya dengan anak hak yudifikasinya menjadi rentan.Tapi entah kenapa ada saja wanita yang mau melakukannya nikah siri seperti buku putih terhadap affair. Sekali lagi syari'at menjadi alat oleh alim untuk melaksanakan kesalahan -kesalahan.

Di Barat samen liven adalah alternatif bagi setiap pasangan menuju perkawinan, karena agama kristen tidak kenal cerai kalau ada cerai intinya sebenarnya secara hukum sipil, kalaupun terjadi butuh biaya yang banyak dan proses yang panjang. Belum lagi soal pembagian harta, samen liven ( hidup bersama, kumpul kebo) bisa membuat penyelesaian yang efektif jika tidak ada kecocokan.

Penyelesaian hukum untuk masalah ini memang sangat susah karena akan banyak kaitan dengan masalah mendasar lainnya. Paling tidak ada satu pintu yaitu ta'zir berupa denda karena telah merepotkan negara. Untuk sampai kesitu memang butuh langkah radikal dan panjang. Di samping berbenturan dengan hukum fiqh juga terbentur dengan opini publik, lokalisasi pelacuran saja boleh kenapa nikah siri yang halal nggak boleh? Karena itu saya hanya bisa menggugat tidak lebih dari itu, karena menurut perasaan ada yang salah dan ada ganjalan baik norma maupaun keadilan.

penulis ; Abdul Rosyid

No comments: